TULISAN


SUKSES DIMASA MUDA?WHY NOT!


Agung Priyadi Nugraha  (30111352)

BOGOR | 1DBO4 MANAJEMEN INFORMATIKA

M
ungkin terlalu munafik orang yang ingin sukses itu tidak mengiinginkan uang yang banyak. Tapi disini, yang perlu ditanyakan apakah semua anak muda sudah berpikir kesana. Hmmmm…… mungkin 1000 : 1 kali yah, sekarang ini dari pandangan yang saya lihat anak muda sekarang rata-rata hanya berpikir pada saat ini saja dan bukan untuk jangka waktu yang panjang. Mungkin kata-kata ini harus dipertegas, “mau dibawa kemana hidup kalian ini? kesuksesan atau kegagalan?”.

          Tentunya apabila kalian ingin menggapai pintu kesuksesan dimasa muda, bangunlah dari tidur kalian, ubah mindset. Kalian, yang tadinya hanya males-malesan menjadi super aktif, tentunya dihal yang positif kawan. Dan mungkin kegagalan ini tidak aka nada yang mau memilih, namun tanpa kalian sadari dari pola-pikir, dan tingkah laku kalian sebenarnya sudah bisa di tebak, orang yang semau gue, males, itu sudah dipastikan bahwa orang yang seperti itu sudah memilih pintu kegagalan.

          Ada beberapa faktor yang menurut kami akan membawa kita sukses dimasa muda. Apa itu? Passion, action, dan focus. Menurut kami hanya tiga itu yang akan benar-benar merubah hidup kita. Dan sekarang mari kita bahas satu-persatu dari ketiga faktor utama kunci kesuksesan dimasa muda itu.

v Passion

Sebenarnya apa sih yang dimaksud passion itu? Yang jelas passion disini bukan berarti bergaya hidup yah, tapi passion itu merupakan jiwa keinginan yang kuat, yang timbul dari dalam diri kita sendiri dan benar-benar munyukai, cinta terhadap kegiatan yang kita lakukan. Sudah jelas bukan, kita lihat saja orang-orang yang sudah sukses, mereka itu benar-benar suka dan cinta terhadap kegiatan atau pekerjaannya sendiri, apabila kita sudah punya rasa passion itu pekerjaan yang kita lakukanpun tidak akan tersasa lama, malah banyak orang karena cinta terhadap pekerjaannya itu sampai-sampai mereka rela untuk pulang lebih lama dari perkerja yang lainya. Kenapa? Karena orang seperti itu benar-benar merasa nyaman apa yang mereka lakukan, dan orang seperti itu selalu ingin mencari hal yang baru ataupun mendalami apa yang mereka kerjakan. Dan dari passion tersebut akan membawa mereka ke pintu kesuksesan. Contoh nya saja yang dekat, mahasiswa yang bukan karena kecintaan mereka terhadap jurusan yang mereka ambil, pasti kalau tidak bolos kuliah atau ketika dosen menjelaskan suatu materi tentang program misalnya otak mereka tidak mau menerima dan akhirnya berisik sendiri atau tidur dikelas. Oleh karena itu untuk anak muda yang ingin sukses keluarkanlah passion kalian bangun motivasi yang kuat, tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini.

v Action

Action berarti itu melakukan dari apa yang kita sudah rencanakan dari passion kita dalam mencapai tujuan yang jelas. Sudah seharusnya dan mutlak apabila orang yang ingin sukses itu harus action, bukan hanya duduk manis saja dirumah karena kesuksesan bukan turun dari langit dengan sekejap begitu saja. Lihat saja orang-orang sukses, seperti Bill Gates, apakah dia hanya duduk manis saja untuk membuat suatu Microsoft yang begitu mendunia ini. Tentunya apa yang dia dapatkan merupakan hasil dari action nya itu. Jadi selama ini kalian yang hanya bisa berkhayal dan hanya mempunyai niat saja, cobalah action apa yang telah kalian pikirkan.

v Focus 

Focus, ini merupakan factor vital untuk mencapai kesuksesan. Kesuksesan akan cepat datang apabila kalian selalu focus terhadap apa yang kalian kerjakan. Focus bukan berarti kita tidak boleh mencoba hal yang lain, pelajari juga hal lain karena disitu kita akan mempunyai ilmu lebih yang akan membantu kita pada satu bidang yang kita tekuni atau yang kita focuskan. Seperti halnya kipper dalam permainan sepak bola, disini kipper dituntut untuk focus terhadap gawang yang dijaganya agar tidak mudah dibobol oleh musuh kita. Coba bayangkan apabila kipper tidak focus terhadap gawangnya saja dan sering ikut menyerang gawang lawan, apa yang terjadi? Ketika musuh melakukan serangan balik pasti kipper itu kewalahan untuk lari menjaga gawangnya dan akhirnya gawangnya sendiri mudah dibobol lawan, karena keterlambatan dia untuk kembali kegawangnya. Begitu juga dengan halnya kesuksesan, semakin kita focus, kesuksesan itu akan semakin terjaga dan semakin dekat dengan kita.
          Kesuksesan sendiri sebenarnya sudah ada di dalam diri kita, tapi yang perlu ditanyakan bagaimana kita agar bisa mengeluarkan sukses di dalam diri kita. Apakah kita bisa? Ya tentu bisa. Dengan syarat dari ketiga factor tadi benar-benar kita lakukan. Mulai dari sekarang jangan hanya duduk manis saja. Apakah kita sudah memikirkan masa depan? Apakah kita masih bergaya hanya untuk kesenangan belaka? Yang membuat kita lupa akan masa depan. Apakah kita mau hidup selalu berada dibayang-bayang orang lain? Apakah kita selamanya hanya akan menjadi pengangguran? Yang selalu direndahkan. Apakah kita mau melihat anak cucu kita mengemis dipinggir jalan karena keterbatasan ilmu pengetahuan? Apakah itu yang ingin kalian lihat dimasa depan? Melihat anak cucu kita menjadi pengemis. Mumpung kalian masih muda ayolah banggit, ubah mindset kita yang tadinya malas-malasan. Menjadi penuh semangat untuk menggapai kesuksesan.    
 

CERPEN (TULISAN)


SAVE YOU TONIGHT

Cast : Agung Priyadi Nugraha, Rahmanda and all others

Angin berhembus kencang membuat pepohonan rindang melambai-lambai. Seorang pria terlihat sedang membaca buku tepat dibawah pohon rindang dikampusnya. Pria itu duduk sambil membaca buku dengan teliti. Seakan tak mau melewati setiap kata dari buku itu. Buku kuliahnya mungkin.
Merasa bosan, pria itu melepas kacamata yang sedari tadi bertengger dihidungnya. Ia memijat dahinya yang terasa sangat pegal.
“Huff”  pria itu mendesah, kemudian melihat arloji yang terkait ditangannya. Sudah waktunya untuk mengikuti mata kuliah selanjutnya. Pria itu berdiri dan berjalan untuk menghampiri ruang kelasnya.
“Agung!” mendengar suara seseorang dari belakang memanggil namanya, Agung pun menoleh kebelakang. “Hei! Whats up, gung?” sapa Gilang, salah satu teman Agung setelah berhigh-five dengannya.
“Kau akan masuk kelas matematika hari ini?” tanya Agung memandang Gilang heran. “Ya, kenapa? Begitu heran kah kau melihat aku mengikuti pelajaran matematika?”
Agung tersenyum malas. “Bukankah kau memang tidak pernah mengikuti pelajaran itu?” Agung membalikan kata-kata Gilang.
Agung benar, Gilang memang tidak pernah mengikuti mata kuliah matematika. Pria itu termasuk pria yang biasa saja dalam urusan otak. Sangat berbanding terbalik dengan Agung yang memang intelek dan pintar.
“Ya, mungkin aku kangen dengan dosennya hahaha” Gilang menertawai lelucon yang ia buat sendiri. Agung hanya tersenyum. Entahlah, pria ini benar-benar malas untuk menanggapi Gilang.
Kenapa? Mungkin karena ada satu alasan yang membuat Agung kesal pada Gilang, atau mungkin marah. Hubungan mereka cukup dekat walau tidak bersahabat. Sifat mereka bagaikan angin dan minyak yang susah untuk disatukan. Gilang bisa dibilang seorang playboy. Ia selalu menghabiskan waktunya untuk ke club setiap malam, mempermainkan banyak wanita dan terkadang membuat keributan. Sedangkan Agung, pria itu lebih suka menghabiskan waktunya untuk mempelajari bahasa-bahasa pemrograman daripada harus menghabiskan waktu tidak jelas seperti yang Gilang lakukan. Satu yang bisa kalian ambil, mereka berbeda. Walaupun Agung dan Gilang sama-sama tampan.
Mereka berdua berjalan bersamaan menuju kelas mereka dilantai 2. Tak dapat dipungkiri, selama mereka melangkahkan kaki mereka. Banyak para gadis yang memusatkan perhatian pada mereka dan bergumam kepada temannya bahwa kedua pria itu sangat tampan.
Agung tidak peduli. Stay calm and cool.
Gilang? Yeah, dia tersenyum genit dan menebar pesona kepada gadis-gadis itu.

“Hahaha, bodoh sekali sih gadis-gadis itu” Gilang berucap sambil tertawa disamping Agung. Agung menoleh dan berkata dengan sinis “Maksudmu? Semua gadis-gadis itu bodoh?”
“Yeah, terkadang mereka itu memang bodoh kan?” jawab Gilang santai. Jawaban dari seorang playboy yang paling terkenal sejurusan. Wajarkah jika seorang playboy berkata begitu? Agung mengepalkan tangan kanannya, seakan mengumpulkan semua emosinya didalam genggaman tangannya.
“Sudahlah, ayo kita masuk” Gilang melewati Agung dan memasuki ruang kelasnya. Agung masih tidak bergerak dan tetap berdiri ditempatnya. Ia mendesis pada dirinya. Sebenarnya apa yang terjadi padaku? Kenapa aku begitu terlihat membencinya?
Setelah beberapa detik ia berkutat dengan pikirannya. Agung pun akhirnya masuk ke kelasnya kepala yang ia tundukan kebawah lantai. Ia bisa melihat meja dosen masih kosong. Ternyata dosen belum datang. Syukurlah, ia bisa menenangkan otak sebentar sambil menunggu dosennya datang.
Agung mengalirkan pandangannya keseluruh penjuru kelas. Ia melihat teman-teman sekelasnya sedang melakukan berbagai macam aktifitas yang tidak jelas. Ada yang membaca komik, bermain kartu, berbincang-bincang biasa dan bermain laptop.
Namun matanya terpusat pada seorang gadis yang sedang melingkarkan tangannya keleher si pria. Oh, ini masih terlalu pagi untuk melihat pemandangan tidak menyenangkan itu. Ia masih belum bisa untuk mengalihkan pandangan kearah lain. Nafasnya tercekat ditenggorokan dan ruang dadanya terasa dipersempit. Ia merasakan sesak didadanya saat ia melihat Gilang bersama seorang gadis. Rahmanda. Agung mengernyitkan dahinya. “Apa yang gadis itu lakukan disini? Bukankah seharusnya ia disekolah?”
Yeah, Rahmanda adalah adik kelas Agung sewaktu ia masih duduk dibangku SMA. Tapi, Agung heran. Kenapa gadis itu bisa berada disini? Hm, bolos. Mungkin Gilang telah mempengaruhi gadis itu untuk bolos.
Gilang mengelus pipi Rahmanda dan mengecup bibir gadis itu tepat didepan mata Agung. Agung bergumam “Gila”
Jujur saja, Agung memang menyukai gadis itu sejak ia masih SMA. Agung dan dia sempat dekat saat masih SMA. Bisa dibilang bersahabat. Ia selalu bahagia jika melihat Rahmanda tersenyum. Ia selalu ada disaat Rahmanda sedang kesulitan atau membutuhkan seseorang untuk bersandar. Ia selalu siap untuk menjadi guru les gadis berumur 16 tahun itu ketika ia tahu nilai Rahmanda menurun. Tapi sekarang, sangat berbeda dari masa lalu. Rahmanda sudah jatuh ke pelukan seorang Gilang. Setan Playboy yang terkenal disatu jurusan. Awalnya Agung sama sekali tidak setuju kalau Rahmanda berpacaran dengan Gilang, padahal karena Agung lah, Rahmanda dan Gilang bisa saling mengenal. Agung meyakinkan bahwa pria itu sama sekali tidak cocok untuk Rahmanda dan hanya menjadikan gadis itu sebagai bahan taruhan. Hingga akhirnya, hubungan Agung dan Rahmanda menjadi hancur. Mereka berdua tidak berhubungan baik lagi.
Agung menghela nafas berlebihan. Ia meraih headphone dan memasangkannya ketelinganya. Mungkin sedikit musik bisa membuatnya sedikit lebih tenang.
Playing
One Direction – More Than This
                                     
Pria itu memejamkan matanya dan bernyanyi mengikuti alunan lagu yang keluar dari headphone-nya.
“When he opens his arms and
holds you close tonight
it just wont feel right,
cause i can love you more than this”
Agung begitu memperdalam lirik lagu itu. Lagu yang mungkin saat ini bisa mendeskripsikan tentang dirinya. Jauh didalam hatinya ia ingin mengatakan kejujuran untuk Rahmanda. Tapi, ia selalu gagal dalam usahanya untuk mengatakan itu.
“Brakk!”
Bunyi pintu terbuka mampu membuat Agung tergelak hingga membuatnya membuka matanya. Dosen sudah datang ternyata. Pria itu langsung membenarkan posisi duduknya dan bersiap untuk memfokuskan dirinya pada penjelasan dosen tersebut. Walau sebenarnya, ia sama sekali tidak bisa konsentrasi dalam keadaannya saat ini.

***

Agung tidak bisa percaya apa yang telah ia lakukan siang ini. Gilang mengajaknya untuk makan siang bersama di cafetaria kampusnya dan sekarang, ia sedang berada dihadapan Gilang dan Rahmanda. Dan bodohnya, kenapa ia bisa dengan mudahnya mengiyakan ajakan Gilang tadi.
Well, Agung merasa dirinya hanya menjadi obat nyamuk disana. Gilang dan Rahmanda duduk bersampingan dan Agung duduk dihadapan sepasang kekasih itu. Tak ada yang lebih menyakitkan dibanding melihat orang yang kita cintai bermesraan didepan kita.
“Apa aku mengganggu kalian?” Tanya Agung yang sudah mulai bosan karena tau dirinya hanya menjadi pajangan disana. “Kalau iya, aku bisa pergi dari sini” lanjut Agung yang sudah akan mengangkat tubuhnya untuk berdiri.
Gilang dan Rahmanda berhenti bermesraan sejenak dan melihat Agung.
“Oh maaf, aku sampai lupa kalau ada kau disini” kata Gilang terkekeh.
“Ya aku tau, sepertinya kalian asik sekali” Agung berkata datar.
“Haha begitulah”  Gilang menimpali. Sementara gadis yang berada diantara mereka hanya tersenyum kecil. “Manda, aku belakang sebentar.. i’ll be back”
“Hah? Kau mau kemana?” Tanya Rahmanda. Gilang tak menjawab, ia hanya berjalan sendirian kearah toilet di cafetaria itu.
Hanya sisa Agung dan Rahmanda dimeja itu. Suasana awkward terasa dimeja itu. Hening, tak ada obrolan ataupun candaan. Hingga akhirnya Agung memilih untuk memecahkan keheningan.
“Rahmanda” ucap Agung pelan.
“Ya?”
“Apa kabar?”
Rahmanda tersenyum lalu menjawab “Menurutmu?”
Agung tertawa kecil. Ia merindukan atmosfir ini. Sungguh. Saat dimana Rahmanda dan dirinya sedang bercanda riang tanpa ada sesuatu yang aneh sedikitpun. Agung memang jauh lebih tua dari Rahmanda, tapi dulu ia membiarkan gadis itu tidak memanggilnya ‘Kakak’ karena ia tau itu mungkin akan membuat hubungan mereka terasa kaku.  
“Haha, aku hanya bertanya. Kita tidak pernah berhubungan baik sejak..”
“Sejak aku bersama Gilang?” potong Rahmanda.
“Ya” Agung menjawab singkat. “Dan..bagaimana hubunganmu dengan Gilang? Dia baik padamu ‘kan?”
Rahmanda mengangguk. “Ya, dia selalu baik padaku”
Ya, tapi dia tidak baik untukmu. Agung bergumam dalam hati dan menundukan kepalanya.
“Tapi, aku merasa ada sesuatu yang hilang.. sejak aku bersamanya. Aku benar-benar merindukan sosok seorang sahabat” ucap Rahmanda pelan tapi ia yakin Agung pasti bisa mendengarnya.
Agung mengangkat kepalanya untuk menatap gadis dihadapannya. Ia yakin sekali kata-kata Rahmanda barusan untuk dirinya. Rahmanda bilang bahwa gadis itu merindukan dirinya. Agung melengkungkan senyuman dibibirnya.
“Itu aku kan?” Tanya Agung dengan senyuman menggoda.
“Hahaha, kau itu terlalu percaya diri!”
“Kau tidak punya sahabat lagi selain aku, Manda”
Rahmanda langsung melempar tisu yang ada dihadapannya kewajah Agung dengan main-main.
“Hahaha” Pria itu hanya tertawa. Sekarang Agung bisa menghirup oksigen lebih tenang. Gadis yang ia cintai sudah kembali seperti dulu lagi.
“Jadi, kau masih mau berteman dengan ku kan?” tanya Rahmanda hati-hati. Ia masih takut pria itu akan menjawab tidak. Agung terdiam sejenak lalu kemudian mengangguk diselingi senyuman diwajahnya. Dimata Agung dia bukanlah hanya teman atau sekedar Adik kelas. Tapi lebih.
“Sure. You’ll always be my best friend, Manda”
Mendengar itu Rahmanda tersenyum lebar. Senyuman termanis yang pernah ia berikan kepada Agung. Dan Agung merindukan senyuman itu terlukis diwajah Rahmanda.
“Do you want ice cream?” tawar Agung kepada Rahmanda. Karena ia tau gadis itu sangat menyukai ice cream.
“Ice cream? Kau akan memebelikannya untukku?”  Tanyanya sambil menunjukan cengiran senang.
“Ya, jika kau mau” Rahmanda mengangguk cepat, matanya terasa berkilat-kilat setelah Agung mengatakan akan membelikannya ice cream.
“Lihat, matamu bercahaya sekali saat aku bilang aku membelikanmu ice cream” Agung menggelengkan kepalanya kepada Rahmanda yang tertawa, lalu berjalan kearah tempat pemesanan dan memesan dua buah ice cream disana.
Agung menyipitkan matanya ketika ia melihat sosok familiar memeluk seorang pria didekat toilet (jaraknya tidak jauh dari tempat pemesanan). Beberapa detik kemudian pria itu melebarkan matanya.
“Gilang? What the hell is he doing there?!” geram Agung saat ia menyadari Gilang sedang memeluk gadis lain disana. Hati Agung terasa memanas. Emosi kembali memenuhi dirinya.
“Ini pesanan anda”
“Terima kasih” ucap Agung setelah mengambil dua buah ice cream cup dari pelayan itu.
Sebelum ia berjalan, Agung menolehkan kembali kepalanya kearah Gilang. Dan guess what? Gilang sekarang malah mengeratkan pelukannya pada gadis dihadapannya. Well, gadis itu sepertinya adalah‘ayam kampus’
Bagaimana bisa dia melakukan itu? Padahal jelas-jelas kekasihnya masi berada di area yang sama dengannya?! Agung menggelengkan kepalanya. Ia membawa dua buah ice cream dan berjalan kembali ke meja tadi.

“Em Manda, bagaimana kalau kita pergi ke taman?” ajak Agung setelah memberikan ice cream kepada Rahmanda. Ia mencoba bersikap sebiasa mungkin agar tidak dicurigai oleh Rahmanda.
“Hah? Kenapa? Aku bahkan belum makan ice cream-nya” tanya Rahmanda heran.
“Bawa saja, ayo cepat!” Agung meraih tangan gadis itu dengan sebelah tangannya yang bebas dari ice cream dan menariknya keluar dari area cefetaria. Salah satu alasan Agung adalah agar gadis itu tidak melihat adegan Gilang yang notabene pacarnya berpelukan bersama gadis lain.
Mungkin jika Rahmanda melihatnya, salah satu hal yang terburuk terjadi adalah Rahmanda memutuskan hubungannya dengan Gilang. Walaupun hal itu sama sekali tidak buruk bagi Agung. Justru itulah keinginan Agung sebenarnya.
“Well, apa yang membuatmu menarikku keluar dari cafetaria?” tanya Rahmanda ketika mereka berdua sudah sampai ditaman didekat kampus mereka. Taman yang dulu pernah mereka pakai untuk belajar bersama dan menghabiskan waktu berdua.
“Ti-tidak, hanya ingin...” Agung menghentikan kata-katanya. Mencoba mencari alasan yang tepat untuk ia jawab pada Rahmanda. Karena ia tidak mungkin menjawab kalau ia baru saja melihat Gilang dengan gadis lain berpelukan didekat toilet. Tidak, itu ide buruk.
“Kita duduk disana” tanpa menjawab pertanyaan Rahmanda, Agung menarik tangan gadis itu untuk duduk disebuah bangku panjang didekat taman. Tepat dihadapan waterfall. Jadi mereka berdua bisa duduk sambil menikmati keindahan air terjun dikampusnya.
Mereka berdua duduk disebuah bangku berwarna hijau. Banyak para mahasiswa dan orang luar yang menghabiskan waktunya disini. Tempat ini sama sekali tidak buruk. Banyak orang yang tersenyum ditempat ini. Udara yang dihasilkan tempat ini juga bagus. Tidak ada polusi dan hampir seluruh tempat ini dipenuhi pepohonan rindang.
Agung menolehkan kepalanya ke seorang gadis disampingnya. Gadis itu sedang memakan ice cream-nya dengan serius. Agung hanya bisa menahan tawa melihat tampang menggemaskan Rahmanda yang sedang menghabiskan ice cream itu. Rahmanda terlihat seperti anak kecil yang baru saja dibelikan ice cream oleh orang tuanya.
Hening menyelimuti suasana mereka. Rahmanda masih sibuk menghabiskan ice cream-nya, sementara Agung hanya menikmati angin sejuk ditempat itu.
“Sudah lama kita tidak begini ya?” Rahmanda mencoba untuk memecahkan keheningan. Agung menoleh kearahnya yang sedang menopang dagu untuk menatap kearah air terjun dihadapannya. Agung ingat posisi itu. Posisi dimana Rahmanda duduk dan menaikan kakinya lalu menopangkan dagunya dilututnya. Ia tau Rahmanda selalu melakukan ini jika gadis itu sedang merasakan angin sejuk disini.
“Ya, kita terlalu sibuk dengan urusan masing-masing sih” ucap Agung yang disambut anggukan oleh Rahmanda. “Kau benar, aku bahkan sudah lama tidak menghubungimu. Padahal dulu kita sering texting setiap malam” Rahmanda tertawa.
Agung tersenyum muram.
“Em.. Agung, Aku ingin bertanya...”
“Ya?”
“Apakah aku sudah berbeda?” tanya Rahmanda yang menatap langsung mata Agung. Agung mengernyit dan membalas tatapan gadis itu. “Maksudmu?”
“Semenjak aku bersama Gilang. Kau hampir sama sekali tidak menyapaku, tidak menghubungiku, tidak melakukan komunikasi sama sekali. Aku takut aku menjadi sesuatu yang aneh bagimu dan kita tidak akan bisa berteman lagi”
Apa yang harus Agung jawab? Benar semua yang dikatakan Rahmanda kalau ia dan Agung tidak berinteraksi sama sekali setelah Gilang menjadi kekasihnya. Mungkinkah Agung cemburu? Atau mungkin pria itu mencintainya?
Agung mendesah lalu menjawab. “Dulu memang aku tidak setuju kau berhubungan dengan Gilang, aku sudah memperingatkanmu tapi kau malah marah-marah padaku. Jadi ya...”
“Maaf” potong Rahmanda.
“Maaf untuk apa?”
“Maaf jika aku mengecewakanmu”
Agung tersenyum pada gadis itu, ia langsung mengacak rambut Rahmanda lembut. Ia tak bisa menahan dirinya untuk tidak tersenyum pada Rahmanda. Gadis itu tertawa ketika Agung mengacak-acak rambutnya.
Beberapa detik kemudian mereka tertawa riang, seolah tak terjadi apa-apa di masa lalu. Mereka tersenyum lepas sambil sesekali bercanda. Setidaknya, apa yang mereka lakukan hari ini bisa membuat Agung menghapus rasa rindunya terhadap Rahmanda.
Hingga tiba sebuah deringan ponsel membuyarkan dan menghentikan candaan mereka. Handphone milik Rahmanda berbunyi dan Agung bisa menebak bahwa itu pasti panggilan dari Gilang. Ya, pria itu memang selalu mengganggu.
Rahmanda mengangkat handphonenya dan menempelkan benda itu ditelinga kanannya. “Hallo?” sapanya pada orang diseberang salurannya.
“Ya...aku? Aku sedang bersama Agung. Apa? Sekarang? Tapi...”
Agung memiringkan kepalanya heran melihat pembicaraan yang terjadi antara Rahmanda dan orang disaluran telfonnya.
Rahmanda menatap Agung sejenak lalu kembali berkata “Baiklah, aku akan kesana dalam 5 menit” ujar Rahmanda sebelum menekan ‘end call’ dihandphone-nya. Ia kembali menatap Agung setelah memasukan handphone kedalam tasnya.
“Aku harus pergi” ucapnya pada Agung. Agung menundukan kepalanya. Sebenarnya Rahmanda tau bahwa pria ini masih menginginkan kehadiran dia disampingnya. Ia tau betul itu.
“Ya, sepertinya kau memang harus pergi”
Rahmanda tersenyum pada Agung dan membalikan tubuhnya untuk meninggalkan pria itu sendirian. Tapi tiba-tiba langkahnya terhenti dan menolehkan kepalanya
“Kita masih berteman kan?”
Agung kembali tertawa. Biarpun begitu, sifat calm and cool tak bisa hilang dari dirinya.
“Sure, like i said before...you still my best friend” ucap Agung diselingi senyumannya. Senyuman pahit lebih tepatnya.
Kenapa Rahmanda selalu bertanya tentang pertemanan? Tak pernahkan dirinya sadar kalau Agung juga mencintainya? Tak pernahkah dia berpikir apa yang menyebabkan hubungannya dan Agung hancur dulu? Itu semua karena Agung mempunyai rasa cinta dengan gadis itu! Karena itu semua yang membuat Agung cemburu dan nyaris gila. Itu semua karena Rahmanda.
Agung menghembuskan nafasnya setelah ia melihat punggung Rahmanda yang semakin lama berjalan menjauhinya.

***

Suara dentuman musik DJ yang begitu kencang mampu membuat telinga Rahmanda ingin pecah. Ia menutup telinganya dengan kedua tangannya. Ia menolehkan pandangan ke segala arah. Tempat ini mengerikan. Pikirnya. Ia tak habis pikir kenapa kekasihnya, Gilang, bisa membawanya ketempat seperti ini. Ini sudah jam 21:00 tapi ia belum juga pulang kerumahnya.
Ia duduk dengan gusar dikursi tinggi didekat meja bar. Dia ditinggalkan sendirian oleh Gilang ditempat ini. Tempat yang sangat asing bagi Rahmanda. Seumur hidupnya, ia belum pernah menginjakan kaki ditempat seperti ini. Tapi bodohnya, kenapa ia bisa memperbolehkan Gilang mengajaknya masuk ketempat ini?
Banyak sekali orang-orang yang sedang bermabuk ria lalu menari di dance floor. Rahmanda sama sekali tidak tertarik. Ia hanya ingin pulang.
Ia mencoba kembali melayangkan pandangannya keseluruh ruangan itu, mencari Gilang dan menyuruh pria itu untuk mengantarkannya pulang. Tapi nihil, Gilang tak terlihat, seolah ditelan oleh lautan manusia yang sedang menghabiskan malam mereka disana. Bagaimana bisa Gilang meninggalkan seorang gadis berumur 16 tahun ditempat seperti ini?

Ketakutan menyergap dirinya ketika ia merasakan seseorang meraih pinggangnya, seolah ingin memeluk gadis itu. Rahmanda menoleh kearah pria yang sedang memeluk pinggangnya. Ia sedikit lega setelah melihat Gilang yang berada dibelakangnya. “Kau dari mana saja?” tanya Rahmanda sedikit berteriak melihat wajah Gilang yang sudah memerah. Sedang mabuk sepertinya.
“Maaf, aku meninggalkanmu” ucapnya dalam keadaan mabuknya.
“Bisa kita pergi dari sini? Aku ingin pulang, tempat ini menyeramkan”
“Tapi, aku masih ingin bersenang-senang disini Rahmanda. Ini tempat yang menyenangkan!”
“NO! Antarkan aku pulang, aku takut disini”
“Takut? Hahahahahahhaahahhaha” Gilang tertawa tepat didepan wajah Rahmanda. Gadis itu hanya menundukan kepalanya. Ia terlalu takut untuk melihat ekspresi Gilang yang sepertinya sudah mabuk berat.
“Ayolah babe, kita bersenang-senang disini! Lupakan semua masalahmu dan minumlah ini” Gilang memberikan sebuah gelas kecil berisi minuman. Wine sepertinya.
Rahmanda menggeleng cepat. “Tidak!”
“Satu kali saja...hem?” paksa Gilang. Rahmanda masih tetap menggeleng. Ia tidak ingin terkontaminasi oleh minum-minuman keras seperti itu.
“Minumlah... rasanya enak sekali loh”
“Jadi setiap malam kau begini?” Rahmanda bertanya.
“Begitulah, ini jauh lebih baik daripada dirumah dan mengerjakan tugas. Hahahahaha”
“Kau gila!!!” cecar Rahmanda kesal.

Dengan kasar Gilang menarik pinggang gadis itu agar jarak mereka lebih dekat. Jarak mereka hanya terpaut beberapa inci saja. Rahmanda bisa mencium bau alkohol yang keluar dari nafas Gilang. Mungkin satu gerakan lagi, Gilang sudah akan merebut ciuman dari bibir Rahmanda. Rahmanda semakin ketakutan ketika ia menyadari pelukan Gilang semakin menguat. Ia menggeliat dalam pelukan Rahmanda. Ia tak mau dirinya menjadi korban dalam hal bodoh yang Gilang lakukan saat mabuk.
“Lepas” ucap Rahmanda yang masih berusaha untuk melepaskan diri dari Gilang. Ia baru menyadari Gilang sangat menyeramkan saat ia mabuk.
“Hei, tenang saja...kau ini pacarku kan?” Gilang berkata lembut sambil membelai wajah cantik Rahmanda dengan tangannya. Menggelikan. Satu permintaannya, ia hanya ingin terbebas dari Gilang malam ini. Ia bisa melihat Gilang sudah seperti binatang buas yang siap menerkam Rahmanda.
“Menyingkirlah kau B*TCH!!” Rahmanda merasakan tubuhnya ditarik kebelakang dan pipinya terasa panas akibat sebuah tamparan dari seorang wanita yang dandanannya begitu seronok. Ia memegang pipinya yang memerah dan menatap wanita itu dengan tatapan heran.
“Siapa kau??!!” tanya Rahmanda emosi. Wanita yang baru saja menamparnya menatap Rahmanda dengan tatapan membunuh. “Siapa aku? Hahahahaha. Kurasa kau sudah gila karena telah menggoda pacarku nona kecil!”
“Pacarmu?” Rahmanda bertanya tidak mengerti. Wanita itu tersenyum sinis. “Ya, dia pacarku. Kau tau? Dia hanya ingin memperkainmu saja. Memangnya kau pikir Gilang akan menyukai gadis kecil sepertimu itu hah?!!” wanita itu berkata diselingi tawa yang kencang.
“Apa?” Rahmanda membuka mulutnya tidak percaya. “Lebih baik kau pulang” ucap Gilang dengan raut muka datar sebelum ia menghilang dari hadapan Rahmanda.
Mata Rahmanda memerah, air mata sudah terkumpul diujung matanya dan telah siap untuk jatuh memembasahi pipinya. Tanpa berpikir apapun lagi Rahmanda langsung berlari mencari pintu keluar club itu. Sesampainya diluar club, Rahmanda langsung berlari mencari sebuah pertolongan. Ia langsung masuk kedalam sebuah telepon umum kaca dan menekan nomor telepon yang sudah ia hapal diluar kepala. Ia memejamkan matanya setelah mendengar nada tersambung. Semoga orang itu belum mengganti nomor handphone-nya.

***

Agung sedang mengerjakan tugas kuliah didalam laptopnya. Ia menoleh setelah menerima sebuah lembaran buku yang mendarat dikepalanya. “Aw” Agung meringis sambil menolehkan kepalanya untuk melihat si pelaku. Ia bersumpah akan mencekik siapapun yang melemparnya dengan buku itu. Namun matanya membelalak ketika ia melihat seorang gadis berwajah indonesia-inggris sedang berdiri diambang pintu.
“Hey...” sapanya sambil tersenyum.
“Karen? How are you?!!” pria itu langsung berdiri dari meja belajarnya dan menghampiri gadis itu untuk memeluknya. Beberapa detik mereka berpelukan untuk melepas kangen, Agung melepaskan pelukannya untuk bertanya. “Kapan kau sampai di indonesia?” tanya Agung yang tak bisa menyembunyikan rasa senangnya. Melihat sepupunya baru pulang dari inggris. *ciye inggris :P wkwkwkwk*
“Aku sampai kemarin sore, aku penasaran seperti apa sepupuku saat sudah berumur 19 tahun. So, how are you? Still the nerd of the class but the coolest in college huh?” tanya Karen sambil tersenyum. Agung tertawa. “Begitulah” jawabnya singkat.
“I miss you so much, gung. Kapan-kapan datang ke negara ku ya?”
“England? Yeah, tentu. Suatu hari aku akan kesana dan aku akan bermalam di apartemenmu”
“Aku akan mengusirmu!” canda Karen. Agung tertawa lalu berkata "Dan aku harus menghukummu karena masuk kekamar orang seenaknya, Nona Smith"
"In your dream, Tuan Agung"
Karen kemudian duduk dikasur milik Agung. Ingat, hubungan mereka adalah sepupu. Sudah jelas Karen pasti sering berdua saja dengan Agung dikamar seperti ini.
"Okay, tell me about your life, Agung" katanya. Agung tertawa dan berkata "tak ada yang spesial, semakin hari aku menyadari aku adalah orang terbodoh di dunia ini"
"Why?" Karen mengerutkan alisnya
"Aku tidak tau, you can call me a wimp"
"Ah, pasti ini tentang pacarmu kan?" Tebak Karen sok tau. Agung menggeleng.
"Bukan, sama sekali bukan! Aku punya teman, dan aku sudah mengenalnya sejak SMA, tapi..."
"Do you love her?" Tanya Karen memotong kata-kata Agung karena ia tau Agung tidak mungkin begini kalau pria itu tidak mencintainya.
Agung terdiam. Ia tak tau harus menjawab apa. Lidahnya terasa kelu untuk menjawab, ia tak mau kalau ia merasa bersalah pada Rahmanda karena ia telah mencintainya.
Agung membuka mulutnya dan menjawab
"I don't know" jawabnya pelan. Karen bisa membaca suara Agung yang terlihat terluka. "Itu bukan jawaban"
Karen meletakan kedua tangannya dibahu Agung dan menatap bola mata hitam pria itu. "Yeah, I do love her" aku Agung pada sepupunya.
"Tell Rahmanda you love her" kata Karen meyakinkan. Agung bisa melihat wajah cantik khas gadis-gadis inggris tergambar di wajah sepupunya. Cantik. Mungkin jika Karen bukan sepupunya, Agung akan menyukai gadis berambut cokelat itu.
"But, she was taken" timpal Agung.
"Hey, Agung Priyadi Nugraha. Kau tau aku selalu berpikir kau itu pria yang bisa menaklukan segala hal, kau yang mendukungku kalau aku sedang putus asa, kau yang selalu membantuku kalau aku sedang kesusahan. Tapi kenapa hanya karena dia sudah dimiliki orang lain kau jadi begini? Ya, maybe I should call you a wimp" cerocos Karen panjang lebar. Agung tersenyum. Jujur saja, ia merindukan ocehan-ocehan sepupunya. Walaupun terkadang sepupunya itu menyebalkan, ia sayang pada Karen.
"Yeah, you right" agung mengangguk mengerti. "Tapi..." Agung kembali mendesah, Karen memutar bola matanya sebal.
"Just because she has a boyfriend so you can't steal his heart? Remember, football has a goal keeper but doesn't mean you can't score" ucapnya dalam dengan aksen britishnya yang jelas.
"Wow, that's deep" balas Agung.
"Memang"
"Oke, I'll try it then. Thank you Karen, you're the best" Agung kembali memeluk Karen. Ya, kapan lagi dia bisa memeluk tubuh sepupunya ini.

"Now, ceritakan bagaimana kehidupanmu di inggris 'huh? Kau tinggal sendiri disana? Dan kau masih ikut club dance?" Sekarang giliran Agung yang bertanya pada sepupunya. Ya, Karen Smith. Ia adalah gadis keturunan indonesia-inggris. Kau bisa mengatakan dia sangat cantik karena memang kulit dan wajahnya 'bule banget'. Kulit putih dengan rambut brunette sudah menunjukan dia mendominasi darah ayahnya yang memang asli orang inggris.

"Ya, aku senang diumurku yang masih muda aku sudah bisa mandiri" Karen tersenyum lembut.
"Hahaha, kau sudah tidak muda Karen!"
"Sial kau!"
Mereka berdua bercanda, tertawa dan mengobrol sambil sesekali Karen meninju pria itu dengan bantal.

Hingga getaran handphone milik Agung menghentikan aktifitas mereka.
"You should get that" suruh Karen menunjuk ke handphone Agung yang bergetar diatas meja.
"Siapa yang menelfon malam-malam begini?" Tanya Agung heran. Karen hanya bisa mengangkat bahunya.

Agung melihat nomer yang menelfonnya didisplay handphone-nya. Ia mengernyit. Nomornya tidak ia kenal. "Sepertinya ini nomor telepon umum" ucapnya sedikit ragu lalu menekan tombol hijau di handphone-nya.
"Hallo" sapanya seteleh menempelkan handphone-nya ketelinga kanannya.
Hening. Agung belum mendengar suara dari si penelepon, tapi ia bisa mendengar suara isakan ketakutan dan suara lalu lintas.
"Hallo, siapa ini?" Tanya Agung. Orang itu belum menjawab. Agung mulai jengkel.

"Hello... Ini tidak lucu.. Katakan siapa kau atau aku akan menutu—
"Agung" ucap suara diseberang dengan terisak.
Demi Tuhan, ia tau siapa pemilik suara ini.
Suaranya terdengar lelah dan lemas.
"Rahmanda?" Agung berucap tidak percaya. Untuk apa Rahmanda menelfonnya malam-malam begini? Pikir Agung.

"Tolong aku" suara Rahmanda semakin pelan dan berdenguk hingga Agung harus menajamkan telinganya. Rahmanda menangis? 
"Hah? Manda? Ada apa denganmu?" Tanya Agung panik. Karen yang berada dibelakang Agung, hanya memandang pria itu heran.
"Kau dimana?"
Rahmanda menjawab tempat ia berada sekarang dengan diiringi tangisan. Agung mengangguk mengerti.
"Tetap disana, aku akan menjemputmu" kata Agung akhirnya. Ia menutup handphone-nya lalu mengambil jaket dan kunci motornya yang tergeletak dimeja.
Ia berlari menerobos pintu kamarnya setelah mengatakan
"Aku pergi dulu" pada Karen yang masih diselimuti keheranan akan kepergian Agung.

***

Rahmanda duduk ditempat telepon umum dengan memeluk lututnya. Ia benar-benar butuh seseorang saat ini. Ia ingin menangis sekencang-kencangnya! Keadaannya malam ini benar-benar mengerikan. Ia bahkan sudah tidak berani untuk melangkahkan kaki keluar dari pintu telepon umum sendirian.
Matanya masih terpejam, tapi ia masih menangis. Pipinya basah, punggungnya ia sandarkan disisi-sisi kaca telepon umum itu. Ia terus memejamkan matanya sambil terus membiarkan air matanya jatuh.
Ini hari yang begitu mengerikan baginya. Karena hari ini, ia menyadari bahwa Gilang sama sekali bukan pria baik-baik dan karena hari ini pula ia terkena tamparan dari seorang wanita seronok yang tidak ia kenal.
Rahmanda memegang pipi sebelah kirinya yang terkena tamparan tadi. Sakit.

"Tok tok" ia terlonjak kaget ketika mendengar sebuah ketukan dipintu telepon umum. Matanya membulat saat melihat seorang pria berdiri dibalik pintu. Ia mengangkat dirinya saat tau Agung sudah berada dihadapannya. Ia membuka pintu kaca itu dan langsung memeluk tubuh pria itu.

Agung masih belum bisa percaya. Rahmanda langsung memeluk tubuhnya ketika ia menghampiri gadis itu. Ia bahkan belum bertanya apakah gadis itu baik-baik saja.
Rahmanda memeluk erat tubuh pria itu dan menangis didadanya. Menangis sekencang-kencangnya. Menghilangkan kejengahan yang menyesakan dadanya. "Menangis lah.. Biarkan semua air matamu itu keluar" kata Agung ditelinga gadis itu. Ia mengelus rambut Rahmanda lembut.
Tangisan Rahmanda semakin menjadi, ia bisa merasakan bajunya basah karena air mata yang dikeluarkan oleh gadis itu.

Rahmanda belum mengatakan sepatah katapun. Tubuhnya masih gemetaran, ketakutan masih menguasai dirinya.
"Aku takut" ucap Rahmanda akhirnya, tangisannya sudah agak mereda.
"Takut? Kenapa kau bisa ada ditempat begini?" Agung melepaskan pelukannya dan menatap langsung mata gadis itu. Dan saat itu juga Agung menyadari bahwa gadis itu memakai mini dress berwarna krem dan rambut panjangnya yang sudah acak-acakan ia biarkan tergerai.
Oh god, kenapa gadis itu bisa mengenakan pakaian seperti itu di udara dingin seperti ini. Dengan cepat Agung melepas jaketnya dan memakaikannya pada Rahmanda agar gadis itu tidak kedinginan.
"Aku akan mengantarmu pulang. Ayo"

***

Beberapa menit kemudian, mereka berdua akhirnya tiba didepan rumah Rahmanda. Agung bisa merasakan Rahmanda yang melingkarkan tangannya erat saat ia mengendarai motornya. Seolah Rahmanda takut akan kehilangan pria itu.

Agung membuka kunci pintu rumah Rahmanda. Ia tak membiarkan gadis itu membukanya, karena dalam penglihatan Agung, Rahmanda sedang dalam shock berat.
Ia berdua masuk kedalam kamar Rahmanda. Rumah gadis itu begitu sepi, tak ada tanda-tanda kehidupan disana. Ya, kedua orang tua Rahmanda adalah Hardworker. Mereka hanya pulang sesekali dan jarang sekali untuk berkunjung menengok anak satu-satunya itu.

"Sekarang, kau mau ceritakan apa yang terjadi?" Tanya Agung ketika ia dan Rahmanda sudah duduk diranjang milik Rahmada. Rahmanda masih mengantur nafasnya. Air mata masih keluar dari matanya, walaupun sudah tak banyak seperti tadi. Agung mengulurkan tangannya dan menghapus sisa-sisa air mata dipipi Rahmanda.
"Gilang..." Rahmanda berkata dengan suara serak.
Mendengar nama itu keluar dari bibir Rahmanda, Agung mengernyitkan dahinya. "Apa yang dia lakukan padamu?" 

Rahmanda menatap mata Agung dalam. Agung bisa membaca ekspresi ketakutan dikedua bola mata gadis itu.
Lalu Rahmanda menceritakan segalanya pada Agung. Menceritakan bahwa gadis itu dibawa ke sebuah club orang dewasa, ditempat itu Rahmanda ditinggalkan sendirian disana, dipaksa meminum wine, terkena tamparan oleh pacar Gilang lainnya.
Bibir Rahmanda bergetar, hidungnya memerah. Ia menyesal. Kenapa ia bisa begitu bodoh.

Selama Rahmanda bercerita, Agung hanya mendengarkan, mengusap rambut gadis itu pelan sambil sesekali menggumam "ssshh.." saat Rahmanda mulai menjatuhkan air matanya lagi.
"Dan..aku sama sekali tidak tau jika kau tidak datang menjemputku" kata Rahmanda yang sudah ingin mengakhiri ceritanya. Agung tersenyum. Walau jauh didalam hatinya ia marah. Marah pada Gilang. Tangannya sudah gatal dan ingin meninju wajah pria itu.

"Terima kasih" ucap Rahmanda tersenyum. Senyumannya sangat manis. Senyumannya mampu membuat Agung ikut tersenyum lagi. Kali ini ia berani bertaruh, senyuman Rahmanda bukan hanya senyuman tanda terima kasih. Tapi senyuman kasih sayang yang tulus.

"Sudah lebih baik?" Tanya Agung. Rahmanda mengangguk. Ia merasa hatinya jauh lebih tenang ketika ia menceritakan segalanya pada pria dihadapannya.

"Ya, aku ingin tidur" ucap Rahmanda. Kali ini Agung mengangguk. "Tidurlah, kau pasti lelah"
Rahmanda membaringkan tubuhnya, Agung menyelimuti tubuh gadis itu dengan selimut. Lalu duduk disamping Rahmanda dan menggenggam erat tangan gadis itu lembut.

"Mau menyanyikan lagu untukku sebelum aku tertidur?"

Agung tertawa lalu berkata "kau benar-benar ingin mendengarkanku bernyanyi?"

Rahmanda mengangguk.
"Baiklah.. Aku akan bernyanyi untukmu" aku tersenyum. Rahmanda bisa melihat Agung tersenyum. Tangan mereka berdua masih tergenggam erat.
Agung menarik nafas panjang lalu mengeluarkan suaranya untuk bernyanyi. Dia mulai bernyanyi. Suaranya tidak buruk. Rahmanda tersenyum sambil menikmati setiap nada yang keluar dari mulut gadis itu.

"It's a quarter to three can't sleep at all
He's so overrated
If you told me to jump, I'd take the fall
And he wouldn't take it
All that you want's under your nose, yeah
You should open your eyes but they stay closed, closed"

Rahmanda bisa merasakan genggaman tangan pria itu semakin lama semakin mengerat.

"I, I wanna save you
Wanna save your heart tonight
He'll only break ya
Leave you torn apart
I can't be no superman,
But for you I'll be super human
I, I wanna save ya, save ya, save ya tonight"

Lalu Rahmanda tertidur.

Agung yang menyadari gadis itu telah tertidur. Ia sudah melakukan pekerjaannya dengan baik. Agung melepaskan genggaman tangan Rahmanda. Lalu bangkit dari tempat tidur gadis itu pelan-pelan, berharap ia tak membangunkan gadis itu. Agung jalan berjingkat-jingkat untuk keluar dan pulang kerumahnya. Namun ia mendengar suara Rahmanda memanggil namanya.

"Agung"

Agung menghentikan langkahnya dan terdiam sejenak. Ia ingin mendengar apakah gadis itu memanggil namanya lagi. "Agung" panggil Rahmanda kedua kalinya.

"Jangan pergi" ucapnya. Agung tidak tau apakah Rahmanda membuka matanya atau tidak. Tapi mendengar Rahmanda mengatakan 'jangan pergi' saat itu juga Agung membalikan badannya dan kembali melesat menuju tempat tidur, menggenggam kembali tangannya erat dan mengecup kening Rahmanda lembut.
“Ya, aku tidak akan meninggalkanmu” bisiknya pelan. Walau ia yakin Rahmanda tak akan mendengarnya. Pada detik itu juga Agung bisa merasakan tangan Rahmanda yang semakin mengeratkan genggamannya pada tangan Agung. Seolah ia sama sekali tidak ingin ditinggalkan sendirian oleh pria itu. Agung tak bisa menahan keinginan untuk mencium tangan gadis itu. Dan Agung mencium lembut tangan Rahmanda dan kembali berbisik. “Selamat tidur, Rahmanda”

***

Rahmanda terbangun dari tidurnya dengan seorang pria disampingnya. Agung berada disampingnya dengan mata yang tertutup. Posisi mereka hanya berjarak beberapa centimeter saja. Tangannya masih menggenggam tangan Rahmanda erat. Gadis itu mengeluarkan sebelah tangannya yang bebas dan mengelus pipi pria disampingnya dengan lembut.
Lalu Rahmanda melihat mata Agung yang terbuka sedikit membuat Rahmanda menghentikan pekerjaannya. Pria itu tersenyum dan berkata. “Terus, rasanya sangat amazing”
Rahmanda tersenyum dan tertawa kecil lalu bangkit dari posisinya dan berjalan kekamar mandi. Agung tersenyum sambil menggelengkan kepalanya mengingat ia tertidur disini, tepat disamping tubuh gadis yang ia cintai. Walaupun ia berhasil menjalankan misinya yaitu menjaga gadis itu tadi malam.
Agung berdiri dibalkon kamar Rahmanda sambil menunggu gadis itu selesai mandi. Ia bisa merasakan angin dan matahari pagi begitu cerah hari ini. Tak seharusnya hari ini dilalui dengan kesedihan. Dan tadi pagi, ia sudah melihat senyuman Rahmanda. Itu membuat suasana hatinya jauh lebih baik.
Beberapa menit kemudian, Agung merasakan ada seseorang yang ikut bergabung dengannya dibalkon. Rahmanda sudah mengganti baju dan ia terlihat jauh lebih segar pagi ini. Senyuman terkembang dibibirnya. “Bagaimana perasaanmu? Sudah jauh lebih baik?” tanya Agung dengan mata yang terus memandang kearah depan.
“Ya, jauh lebih baik”
Keheningan menyelimuti mereka. Mereka berdua masih berkutat dalam pikirannya masing-masing. Terlebih Agung, ia ingin mengatakan pada Rahmanda perasaan dia yang sesungguhnya. Ia ingin mengungkapkan sesuatu. Tapi ia masih belum berani. Agung menggigit bibir bawahnya. Ia bingung. Hingga akhirnya, Agung menolehkan kepalanya kearah Rahmanda dan membuka mulutnya untuk mengeluarkan kata-kata.
“Em.. Rahmanda” ucapnya gelisah. “Ya?”
Agung masih bingung. Ia takut kalau ini bukan waktu yang tepat untuk mengatakan hal ini pada gadis itu. Rahmanda menoleh kearah Agung. Tangannya masih memegang tralis besi yang ada dibalkonnya. Agung bisa melihat. Mata itu. Wajah itu. Semua yang ada didiri Rahmanda. Ia ingin memilikinya. Ia ingin menjadi pahlawan untuk gadis itu dikala sedih, ia ingin membantu gadis itu dikala Rahmanda kesusahan. He’ll do anything for her. Tapi kenapa rasanya susah sekali untuk mengatakan bahwa ia menyukai Rahmanda. Menyukai semua yang ada didiri Rahmanda.
“Apa yang ingin kau katakan?” Tanya Rahmanda yang sudah menangkap ada sesuatu yang aneh dalam diri Agung. “Sebelumnya aku...aku minta maaf”
“Hah? Minta maaf kenapa?”
“Karena, karena aku mencintaimu Rahmanda” akunya singkat. Pengakuan Agung barusan nyaris membuat bola mata Rahmanda hampir keluar dari tempatnya. Gadis itu menutup mulutnya dengan tangannya karena saking terkejutnya.
“A-aku.. aku tau ini hal bodoh. Tapi..”
Agung menghentikan kata-katanya. Ia bingung apa yang harus ia katakan selanjutnya. Ia bisa melihat gadis itu masih terkaget. Kaget akan pengakuan Agung.
Mata Rahmanda tiba-tiba berair. Air mata sudah menumpuk pupil matanya, gadis itu tidak berani untuk mengedipkan matanya karena ia takut air mata benar-benar jatuh kepipinya. Ia sudah terlalu banyak menangis dihadapan Agung. Tolonglah, kali ini biarkan ia menghadapi pria itu tanpa air mata.
Agung tiba-tiba merasa menyesal. Ia kembali merasa menjadi pria bodoh. Seharusnya ia tak mengatakan hal itu pada Rahmanda. Bagaimana kalau nanti Rahmanda akan menjauhinya? Agung menggelengkan kepalanya. Tidak, dia bukan gadis seperti itu.
“Maafkan aku.. aku tau ini semua kesalahanku... aku sama sekali tidak tau kalau kau—” belum sempat Rahmanda melanjutkan kata-katanya, Agung sudah menyela. “ssh...ini bukan kesalahanmu”
Rahmanda hanya menggeleng. Dan sebulir air matapun kini jatuh dipipinya. “Iya, ini salahku. Aku sudah banyak menyakitimu selama ini”
“Tidak, ini salahku. Aku yang membiarkan diriku jatuh cinta padamu. Aku yang berharap terlalu tinggi hingga kau jadi milik Gilang. Awalnya aku tidak terima dan aku sama sekali tidak mau melihatmu bersama setan playboy itu” jelas Agung tepat dihadapan Rahmanda. Rahmanda sama sekali tidak bisa untuk tidak mengelus pipi pria itu. Ia mengulurkan tangannya dan membiarkan jari-jarinya menari dipipi pria itu. Rahmanda mengelus pipi Agung seperti yang ia lakukan tadi pagi.
Tiba-tiba sebuah lagu mengisi otak Agung. Ia membuka mulutnya dan membiarkan lagu itu keluar dari mulutnya. Ia bersenandung kecil.
Oh now you're at home
And he don't call
Cause he don't adore ya
To him you are just another doll
And I tried to warn ya


What you want, what you need
Has been right here, yeah
I can see that you're holding back those tears, tears”
Agung bisa melihat Rahmanda yang kaget karena Agung menyanyikan lagu itu untuknya. Lalu Agung melanjutkan nyanyiannya.
“ I, I wanna save you
Wanna save your heart tonight
He'll only break ya
Leave you torn apart, oh
I can't be no superman,
But for you I'll be super human
I, I wanna save ya, save ya, save ya tonight”
Agung meraih tangan Rahmanda dan menggenggam tangan gadis itu. “Ya, aku mencintaimu Rahmanda. Dan itu selalu menyiksaku saat aku melihat kau bersama Gilang” kata Agung lagi. Dan tak disangka ia balas tersenyum manis. Agung meraih pinggang gadis itu merapatkan posisi mereka. Dahi mereka kini bersentuhan. Agung bisa mendengar hembusan nafas Rahmanda yang begitu dekat dengannya.
“I Love you too, Kak Agung” mendengar kata-kata Rahmanda, Agung tersenyum. Baru kali ini ia mendengar kata ‘Kakak’ dari mulut Rahmanda.
Lalu Agung sedikit membungkukan tubuhnya dan menyentuhkan bibirnya ke bibir milik Rahmanda. Agung mencium bibir Rahmanda, bibir si gadis kecil itu. Dan Rahmanda membalas ciumannya. Gadis itu melingkarkan tangannya dileher Agung. Apakah ini mimpi? Inikah hidup? Pikir Agung dalam hati. Agung mencium Rahmanda tepat dibalkon kamar gadis itu. Ia tak peduli jika ada orang yang melihat adegan seperti ini didepan rumahnya. Yang jelas, ia menikmatinya. Agung tak bisa berbohong pada dirinya sendiri kalau this kiss was nice. Deru nafas mereka masih saling memburu. Jantung Agungpun terasa jauh lebih cepat dibanding sebelumnya.

Mereka berdua melepaskan ciuman mereka dan kembali bertatapan. Tatapan keduanya begitu dalam. Dengan rasa cinta didalamnya. “Aku mencintaimu. Dan aku berjanji akan menjagamu, setiap malam, setiap waktu, setiap menit dan setiap detik” ucap Agung dengan mata yang berkilat-kilat.
“Bagaimana dengan Gilang?” Tanya Rahmanda. Agung mengangkat bahu dan kembali menarik gadis itu ke pelukannya. “Aku tidak peduli. Now, you’re mine”
“I Love You, Rahmanda”
“I Love You too, Agung”
“I Love You More”
“I Love You most”
“Stop... you’re my everything Rahmanda” Agung terkekeh didalam pelukan Rahmanda, ia juga bisa merasakan gadis itu ikut tertawa. Dan yang bisa Agung janjikan adalah, ia akan selalu menjaga gadis ini. Selalu membuat gadis itu merasa aman bersamanya. He wants save Rahmanda till the end of time.
***
FIN