SAVE YOU
TONIGHT
Cast
: Agung Priyadi Nugraha, Rahmanda and all others
Angin
berhembus kencang membuat pepohonan rindang melambai-lambai. Seorang pria
terlihat sedang membaca buku tepat dibawah pohon rindang dikampusnya. Pria itu
duduk sambil membaca buku dengan teliti. Seakan tak mau melewati setiap kata
dari buku itu. Buku kuliahnya mungkin.
Merasa
bosan, pria itu melepas kacamata yang sedari tadi bertengger dihidungnya. Ia
memijat dahinya yang terasa sangat pegal.
“Huff” pria itu mendesah, kemudian melihat arloji
yang terkait ditangannya. Sudah waktunya untuk mengikuti mata kuliah
selanjutnya. Pria itu berdiri dan berjalan untuk menghampiri ruang kelasnya.
“Agung!”
mendengar suara seseorang dari belakang memanggil namanya, Agung pun menoleh
kebelakang. “Hei! Whats up, gung?” sapa Gilang, salah satu teman Agung setelah
berhigh-five dengannya.
“Kau
akan masuk kelas matematika hari ini?” tanya Agung memandang Gilang heran. “Ya,
kenapa? Begitu heran kah kau melihat aku mengikuti pelajaran matematika?”
Agung
tersenyum malas. “Bukankah kau memang tidak pernah mengikuti pelajaran itu?”
Agung membalikan kata-kata Gilang.
Agung
benar, Gilang memang tidak pernah mengikuti mata kuliah matematika. Pria itu
termasuk pria yang biasa saja dalam urusan otak. Sangat berbanding terbalik
dengan Agung yang memang intelek dan pintar.
“Ya,
mungkin aku kangen dengan dosennya hahaha” Gilang menertawai lelucon yang ia
buat sendiri. Agung hanya tersenyum. Entahlah, pria ini benar-benar malas untuk
menanggapi Gilang.
Kenapa?
Mungkin karena ada satu alasan yang membuat Agung kesal pada Gilang, atau
mungkin marah. Hubungan mereka cukup dekat walau tidak bersahabat. Sifat mereka
bagaikan angin dan minyak yang susah untuk disatukan. Gilang bisa dibilang
seorang playboy. Ia selalu
menghabiskan waktunya untuk ke club setiap malam, mempermainkan banyak wanita
dan terkadang membuat keributan. Sedangkan Agung, pria itu lebih suka
menghabiskan waktunya untuk mempelajari bahasa-bahasa pemrograman daripada
harus menghabiskan waktu tidak jelas seperti yang Gilang lakukan. Satu yang
bisa kalian ambil, mereka berbeda. Walaupun Agung dan Gilang sama-sama tampan.
Mereka
berdua berjalan bersamaan menuju kelas mereka dilantai 2. Tak dapat dipungkiri,
selama mereka melangkahkan kaki mereka. Banyak para gadis yang memusatkan
perhatian pada mereka dan bergumam kepada temannya bahwa kedua pria itu sangat
tampan.
Agung
tidak peduli. Stay calm and cool.
Gilang?
Yeah, dia tersenyum genit dan menebar pesona kepada gadis-gadis itu.
“Hahaha,
bodoh sekali sih gadis-gadis itu” Gilang berucap sambil tertawa disamping
Agung. Agung menoleh dan berkata dengan sinis “Maksudmu? Semua gadis-gadis itu
bodoh?”
“Yeah,
terkadang mereka itu memang bodoh kan?” jawab Gilang santai. Jawaban dari
seorang playboy yang paling terkenal sejurusan. Wajarkah jika seorang playboy
berkata begitu? Agung mengepalkan tangan kanannya, seakan mengumpulkan semua
emosinya didalam genggaman tangannya.
“Sudahlah,
ayo kita masuk” Gilang melewati Agung dan memasuki ruang kelasnya. Agung masih
tidak bergerak dan tetap berdiri ditempatnya. Ia mendesis pada dirinya. Sebenarnya apa yang terjadi padaku? Kenapa
aku begitu terlihat membencinya?
Setelah
beberapa detik ia berkutat dengan pikirannya. Agung pun akhirnya masuk ke
kelasnya kepala yang ia tundukan kebawah lantai. Ia bisa melihat meja dosen
masih kosong. Ternyata dosen belum datang. Syukurlah, ia bisa menenangkan otak
sebentar sambil menunggu dosennya datang.
Agung
mengalirkan pandangannya keseluruh penjuru kelas. Ia melihat teman-teman
sekelasnya sedang melakukan berbagai macam aktifitas yang tidak jelas. Ada yang
membaca komik, bermain kartu, berbincang-bincang biasa dan bermain laptop.
Namun
matanya terpusat pada seorang gadis yang sedang melingkarkan tangannya keleher
si pria. Oh, ini masih terlalu pagi untuk melihat pemandangan tidak
menyenangkan itu. Ia masih belum bisa untuk mengalihkan pandangan kearah lain.
Nafasnya tercekat ditenggorokan dan ruang dadanya terasa dipersempit. Ia
merasakan sesak didadanya saat ia melihat Gilang bersama seorang gadis.
Rahmanda. Agung mengernyitkan dahinya. “Apa yang gadis itu lakukan disini?
Bukankah seharusnya ia disekolah?”
Yeah,
Rahmanda adalah adik kelas Agung sewaktu ia masih duduk dibangku SMA. Tapi,
Agung heran. Kenapa gadis itu bisa berada disini? Hm, bolos. Mungkin Gilang
telah mempengaruhi gadis itu untuk bolos.
Gilang
mengelus pipi Rahmanda dan mengecup bibir gadis itu tepat didepan mata Agung.
Agung bergumam “Gila”
Jujur
saja, Agung memang menyukai gadis itu sejak ia masih SMA. Agung dan dia sempat
dekat saat masih SMA. Bisa dibilang bersahabat. Ia selalu bahagia jika melihat
Rahmanda tersenyum. Ia selalu ada disaat Rahmanda sedang kesulitan atau
membutuhkan seseorang untuk bersandar. Ia selalu siap untuk menjadi guru les
gadis berumur 16 tahun itu ketika ia tahu nilai Rahmanda menurun. Tapi
sekarang, sangat berbeda dari masa lalu. Rahmanda sudah jatuh ke pelukan
seorang Gilang. Setan Playboy yang terkenal disatu jurusan. Awalnya Agung sama
sekali tidak setuju kalau Rahmanda berpacaran dengan Gilang, padahal karena
Agung lah, Rahmanda dan Gilang bisa saling mengenal. Agung meyakinkan bahwa
pria itu sama sekali tidak cocok untuk Rahmanda dan hanya menjadikan gadis itu
sebagai bahan taruhan. Hingga akhirnya, hubungan Agung dan Rahmanda menjadi
hancur. Mereka berdua tidak berhubungan baik lagi.
Agung
menghela nafas berlebihan. Ia meraih headphone dan memasangkannya ketelinganya.
Mungkin sedikit musik bisa membuatnya sedikit lebih tenang.
Playing
One Direction – More Than This
Pria
itu memejamkan matanya dan bernyanyi mengikuti alunan lagu yang keluar dari
headphone-nya.
“When he opens his arms and
holds you close tonight
it just wont feel right,
cause i can love you more than this”
Agung
begitu memperdalam lirik lagu itu. Lagu yang mungkin saat ini bisa
mendeskripsikan tentang dirinya. Jauh didalam hatinya ia ingin mengatakan
kejujuran untuk Rahmanda. Tapi, ia selalu gagal dalam usahanya untuk mengatakan
itu.
“Brakk!”
Bunyi
pintu terbuka mampu membuat Agung tergelak hingga membuatnya membuka matanya.
Dosen sudah datang ternyata. Pria itu langsung membenarkan posisi duduknya dan
bersiap untuk memfokuskan dirinya pada penjelasan dosen tersebut. Walau
sebenarnya, ia sama sekali tidak bisa konsentrasi dalam keadaannya saat ini.
***
Agung
tidak bisa percaya apa yang telah ia lakukan siang ini. Gilang mengajaknya
untuk makan siang bersama di cafetaria kampusnya dan sekarang, ia sedang berada
dihadapan Gilang dan Rahmanda. Dan bodohnya, kenapa ia bisa dengan mudahnya
mengiyakan ajakan Gilang tadi.
Well,
Agung merasa dirinya hanya menjadi obat nyamuk disana. Gilang dan Rahmanda
duduk bersampingan dan Agung duduk dihadapan sepasang kekasih itu. Tak ada yang
lebih menyakitkan dibanding melihat orang yang kita cintai bermesraan didepan
kita.
“Apa
aku mengganggu kalian?” Tanya Agung yang sudah mulai bosan karena tau dirinya
hanya menjadi pajangan disana. “Kalau iya, aku bisa pergi dari sini” lanjut
Agung yang sudah akan mengangkat tubuhnya untuk berdiri.
Gilang
dan Rahmanda berhenti bermesraan sejenak dan melihat Agung.
“Oh
maaf, aku sampai lupa kalau ada kau disini” kata Gilang terkekeh.
“Ya
aku tau, sepertinya kalian asik sekali” Agung berkata datar.
“Haha
begitulah” Gilang menimpali. Sementara
gadis yang berada diantara mereka hanya tersenyum kecil. “Manda, aku belakang
sebentar.. i’ll be back”
“Hah?
Kau mau kemana?” Tanya Rahmanda. Gilang tak menjawab, ia hanya berjalan sendirian
kearah toilet di cafetaria itu.
Hanya
sisa Agung dan Rahmanda dimeja itu. Suasana awkward terasa dimeja itu. Hening,
tak ada obrolan ataupun candaan. Hingga akhirnya Agung memilih untuk memecahkan
keheningan.
“Rahmanda”
ucap Agung pelan.
“Ya?”
“Apa
kabar?”
Rahmanda
tersenyum lalu menjawab “Menurutmu?”
Agung
tertawa kecil. Ia merindukan atmosfir ini. Sungguh. Saat dimana Rahmanda dan
dirinya sedang bercanda riang tanpa ada sesuatu yang aneh sedikitpun. Agung
memang jauh lebih tua dari Rahmanda, tapi dulu ia membiarkan gadis itu tidak
memanggilnya ‘Kakak’ karena ia tau itu mungkin akan membuat hubungan mereka
terasa kaku.
“Haha,
aku hanya bertanya. Kita tidak pernah berhubungan baik sejak..”
“Sejak
aku bersama Gilang?” potong Rahmanda.
“Ya”
Agung menjawab singkat. “Dan..bagaimana hubunganmu dengan Gilang? Dia baik
padamu ‘kan?”
Rahmanda
mengangguk. “Ya, dia selalu baik padaku”
Ya, tapi dia tidak baik untukmu. Agung bergumam dalam hati
dan menundukan kepalanya.
“Tapi,
aku merasa ada sesuatu yang hilang.. sejak aku bersamanya. Aku benar-benar
merindukan sosok seorang sahabat” ucap Rahmanda pelan tapi ia yakin Agung pasti
bisa mendengarnya.
Agung
mengangkat kepalanya untuk menatap gadis dihadapannya. Ia yakin sekali
kata-kata Rahmanda barusan untuk dirinya. Rahmanda bilang bahwa gadis itu
merindukan dirinya. Agung melengkungkan senyuman dibibirnya.
“Itu
aku kan?” Tanya Agung dengan senyuman menggoda.
“Hahaha,
kau itu terlalu percaya diri!”
“Kau
tidak punya sahabat lagi selain aku, Manda”
Rahmanda
langsung melempar tisu yang ada dihadapannya kewajah Agung dengan main-main.
“Hahaha”
Pria itu hanya tertawa. Sekarang Agung bisa menghirup oksigen lebih tenang.
Gadis yang ia cintai sudah kembali seperti dulu lagi.
“Jadi,
kau masih mau berteman dengan ku kan?” tanya Rahmanda hati-hati. Ia masih takut
pria itu akan menjawab tidak. Agung terdiam sejenak lalu kemudian mengangguk
diselingi senyuman diwajahnya. Dimata Agung dia bukanlah hanya teman atau
sekedar Adik kelas. Tapi lebih.
“Sure.
You’ll always be my best friend, Manda”
Mendengar
itu Rahmanda tersenyum lebar. Senyuman termanis yang pernah ia berikan kepada
Agung. Dan Agung merindukan senyuman itu terlukis diwajah Rahmanda.
“Do
you want ice cream?” tawar Agung kepada Rahmanda. Karena ia tau gadis itu
sangat menyukai ice cream.
“Ice
cream? Kau akan memebelikannya untukku?”
Tanyanya sambil menunjukan cengiran senang.
“Ya,
jika kau mau” Rahmanda mengangguk cepat, matanya terasa berkilat-kilat setelah
Agung mengatakan akan membelikannya ice cream.
“Lihat,
matamu bercahaya sekali saat aku bilang aku membelikanmu ice cream” Agung
menggelengkan kepalanya kepada Rahmanda yang tertawa, lalu berjalan kearah
tempat pemesanan dan memesan dua buah ice cream disana.
Agung
menyipitkan matanya ketika ia melihat sosok familiar memeluk seorang pria
didekat toilet (jaraknya tidak jauh dari tempat pemesanan). Beberapa detik
kemudian pria itu melebarkan matanya.
“Gilang?
What the hell is he doing there?!” geram Agung saat ia menyadari Gilang sedang
memeluk gadis lain disana. Hati Agung terasa memanas. Emosi kembali memenuhi
dirinya.
“Ini
pesanan anda”
“Terima
kasih” ucap Agung setelah mengambil dua buah ice cream cup dari pelayan itu.
Sebelum
ia berjalan, Agung menolehkan kembali kepalanya kearah Gilang. Dan guess what?
Gilang sekarang malah mengeratkan pelukannya pada gadis dihadapannya. Well,
gadis itu sepertinya adalah‘ayam kampus’
Bagaimana
bisa dia melakukan itu? Padahal jelas-jelas kekasihnya masi berada di area yang
sama dengannya?! Agung menggelengkan kepalanya. Ia membawa dua buah ice cream
dan berjalan kembali ke meja tadi.
“Em
Manda, bagaimana kalau kita pergi ke taman?” ajak Agung setelah memberikan ice
cream kepada Rahmanda. Ia mencoba bersikap sebiasa mungkin agar tidak dicurigai
oleh Rahmanda.
“Hah?
Kenapa? Aku bahkan belum makan ice cream-nya” tanya Rahmanda heran.
“Bawa
saja, ayo cepat!” Agung meraih tangan gadis itu dengan sebelah tangannya yang
bebas dari ice cream dan menariknya keluar dari area cefetaria. Salah satu
alasan Agung adalah agar gadis itu tidak melihat adegan Gilang yang notabene
pacarnya berpelukan bersama gadis lain.
Mungkin
jika Rahmanda melihatnya, salah satu hal yang terburuk terjadi adalah Rahmanda
memutuskan hubungannya dengan Gilang. Walaupun hal itu sama sekali tidak buruk
bagi Agung. Justru itulah keinginan Agung sebenarnya.
“Well,
apa yang membuatmu menarikku keluar dari cafetaria?” tanya Rahmanda ketika
mereka berdua sudah sampai ditaman didekat kampus mereka. Taman yang dulu
pernah mereka pakai untuk belajar bersama dan menghabiskan waktu berdua.
“Ti-tidak,
hanya ingin...” Agung menghentikan kata-katanya. Mencoba mencari alasan yang
tepat untuk ia jawab pada Rahmanda. Karena ia tidak mungkin menjawab kalau ia
baru saja melihat Gilang dengan gadis lain berpelukan didekat toilet. Tidak,
itu ide buruk.
“Kita
duduk disana” tanpa menjawab pertanyaan Rahmanda, Agung menarik tangan gadis
itu untuk duduk disebuah bangku panjang didekat taman. Tepat dihadapan
waterfall. Jadi mereka berdua bisa duduk sambil menikmati keindahan air terjun
dikampusnya.
Mereka
berdua duduk disebuah bangku berwarna hijau. Banyak para mahasiswa dan orang
luar yang menghabiskan waktunya disini. Tempat ini sama sekali tidak buruk.
Banyak orang yang tersenyum ditempat ini. Udara yang dihasilkan tempat ini juga
bagus. Tidak ada polusi dan hampir seluruh tempat ini dipenuhi pepohonan
rindang.
Agung
menolehkan kepalanya ke seorang gadis disampingnya. Gadis itu sedang memakan
ice cream-nya dengan serius. Agung hanya bisa menahan tawa melihat tampang
menggemaskan Rahmanda yang sedang menghabiskan ice cream itu. Rahmanda terlihat
seperti anak kecil yang baru saja dibelikan ice cream oleh orang tuanya.
Hening
menyelimuti suasana mereka. Rahmanda masih sibuk menghabiskan ice cream-nya,
sementara Agung hanya menikmati angin sejuk ditempat itu.
“Sudah
lama kita tidak begini ya?” Rahmanda mencoba untuk memecahkan keheningan. Agung
menoleh kearahnya yang sedang menopang dagu untuk menatap kearah air terjun
dihadapannya. Agung ingat posisi itu. Posisi dimana Rahmanda duduk dan menaikan
kakinya lalu menopangkan dagunya dilututnya. Ia tau Rahmanda selalu melakukan
ini jika gadis itu sedang merasakan angin sejuk disini.
“Ya,
kita terlalu sibuk dengan urusan masing-masing sih” ucap Agung yang disambut
anggukan oleh Rahmanda. “Kau benar, aku bahkan sudah lama tidak menghubungimu.
Padahal dulu kita sering texting setiap malam” Rahmanda tertawa.
Agung
tersenyum muram.
“Em..
Agung, Aku ingin bertanya...”
“Ya?”
“Apakah
aku sudah berbeda?” tanya Rahmanda yang menatap langsung mata Agung. Agung
mengernyit dan membalas tatapan gadis itu. “Maksudmu?”
“Semenjak
aku bersama Gilang. Kau hampir sama sekali tidak menyapaku, tidak
menghubungiku, tidak melakukan komunikasi sama sekali. Aku takut aku menjadi
sesuatu yang aneh bagimu dan kita tidak akan bisa berteman lagi”
Apa
yang harus Agung jawab? Benar semua yang dikatakan Rahmanda kalau ia dan Agung
tidak berinteraksi sama sekali setelah Gilang menjadi kekasihnya. Mungkinkah
Agung cemburu? Atau mungkin pria itu mencintainya?
Agung
mendesah lalu menjawab. “Dulu memang aku tidak setuju kau berhubungan dengan
Gilang, aku sudah memperingatkanmu tapi kau malah marah-marah padaku. Jadi
ya...”
“Maaf”
potong Rahmanda.
“Maaf
untuk apa?”
“Maaf
jika aku mengecewakanmu”
Agung
tersenyum pada gadis itu, ia langsung mengacak rambut Rahmanda lembut. Ia tak
bisa menahan dirinya untuk tidak tersenyum pada Rahmanda. Gadis itu tertawa
ketika Agung mengacak-acak rambutnya.
Beberapa
detik kemudian mereka tertawa riang, seolah tak terjadi apa-apa di masa lalu.
Mereka tersenyum lepas sambil sesekali bercanda. Setidaknya, apa yang mereka
lakukan hari ini bisa membuat Agung menghapus rasa rindunya terhadap Rahmanda.
Hingga
tiba sebuah deringan ponsel membuyarkan dan menghentikan candaan mereka.
Handphone milik Rahmanda berbunyi dan Agung bisa menebak bahwa itu pasti
panggilan dari Gilang. Ya, pria itu memang selalu mengganggu.
Rahmanda
mengangkat handphonenya dan menempelkan benda itu ditelinga kanannya. “Hallo?”
sapanya pada orang diseberang salurannya.
“Ya...aku?
Aku sedang bersama Agung. Apa? Sekarang? Tapi...”
Agung
memiringkan kepalanya heran melihat pembicaraan yang terjadi antara Rahmanda
dan orang disaluran telfonnya.
Rahmanda
menatap Agung sejenak lalu kembali berkata “Baiklah, aku akan kesana dalam 5
menit” ujar Rahmanda sebelum menekan ‘end call’ dihandphone-nya. Ia kembali
menatap Agung setelah memasukan handphone kedalam tasnya.
“Aku
harus pergi” ucapnya pada Agung. Agung menundukan kepalanya. Sebenarnya
Rahmanda tau bahwa pria ini masih menginginkan kehadiran dia disampingnya. Ia
tau betul itu.
“Ya,
sepertinya kau memang harus pergi”
Rahmanda
tersenyum pada Agung dan membalikan tubuhnya untuk meninggalkan pria itu
sendirian. Tapi tiba-tiba langkahnya terhenti dan menolehkan kepalanya
“Kita
masih berteman kan?”
Agung
kembali tertawa. Biarpun begitu, sifat calm and cool tak bisa hilang dari
dirinya.
“Sure,
like i said before...you still my best friend” ucap Agung diselingi
senyumannya. Senyuman pahit lebih tepatnya.
Kenapa
Rahmanda selalu bertanya tentang pertemanan? Tak pernahkan dirinya sadar kalau
Agung juga mencintainya? Tak pernahkah dia berpikir apa yang menyebabkan
hubungannya dan Agung hancur dulu? Itu semua karena Agung mempunyai rasa cinta
dengan gadis itu! Karena itu semua yang membuat Agung cemburu dan nyaris gila.
Itu semua karena Rahmanda.
Agung
menghembuskan nafasnya setelah ia melihat punggung Rahmanda yang semakin lama
berjalan menjauhinya.
***
Suara
dentuman musik DJ yang begitu kencang mampu membuat telinga Rahmanda ingin
pecah. Ia menutup telinganya dengan kedua tangannya. Ia menolehkan pandangan ke
segala arah. Tempat ini mengerikan. Pikirnya. Ia tak habis pikir kenapa
kekasihnya, Gilang, bisa membawanya ketempat seperti ini. Ini sudah jam 21:00
tapi ia belum juga pulang kerumahnya.
Ia
duduk dengan gusar dikursi tinggi didekat meja bar. Dia ditinggalkan sendirian
oleh Gilang ditempat ini. Tempat yang sangat asing bagi Rahmanda. Seumur
hidupnya, ia belum pernah menginjakan kaki ditempat seperti ini. Tapi bodohnya,
kenapa ia bisa memperbolehkan Gilang mengajaknya masuk ketempat ini?
Banyak
sekali orang-orang yang sedang bermabuk ria lalu menari di dance floor.
Rahmanda sama sekali tidak tertarik. Ia hanya ingin pulang.
Ia
mencoba kembali melayangkan pandangannya keseluruh ruangan itu, mencari Gilang
dan menyuruh pria itu untuk mengantarkannya pulang. Tapi nihil, Gilang tak
terlihat, seolah ditelan oleh lautan manusia yang sedang menghabiskan malam
mereka disana. Bagaimana bisa Gilang meninggalkan seorang gadis berumur 16
tahun ditempat seperti ini?
Ketakutan
menyergap dirinya ketika ia merasakan seseorang meraih pinggangnya, seolah
ingin memeluk gadis itu. Rahmanda menoleh kearah pria yang sedang memeluk
pinggangnya. Ia sedikit lega setelah melihat Gilang yang berada dibelakangnya.
“Kau dari mana saja?” tanya Rahmanda sedikit berteriak melihat wajah Gilang
yang sudah memerah. Sedang mabuk sepertinya.
“Maaf,
aku meninggalkanmu” ucapnya dalam keadaan mabuknya.
“Bisa
kita pergi dari sini? Aku ingin pulang, tempat ini menyeramkan”
“Tapi,
aku masih ingin bersenang-senang disini Rahmanda. Ini tempat yang
menyenangkan!”
“NO!
Antarkan aku pulang, aku takut disini”
“Takut?
Hahahahahahhaahahhaha” Gilang tertawa tepat didepan wajah Rahmanda. Gadis itu
hanya menundukan kepalanya. Ia terlalu takut untuk melihat ekspresi Gilang yang
sepertinya sudah mabuk berat.
“Ayolah
babe, kita bersenang-senang disini! Lupakan semua masalahmu dan minumlah ini”
Gilang memberikan sebuah gelas kecil berisi minuman. Wine sepertinya.
Rahmanda
menggeleng cepat. “Tidak!”
“Satu
kali saja...hem?” paksa Gilang. Rahmanda masih tetap menggeleng. Ia tidak ingin
terkontaminasi oleh minum-minuman keras seperti itu.
“Minumlah...
rasanya enak sekali loh”
“Jadi
setiap malam kau begini?” Rahmanda bertanya.
“Begitulah,
ini jauh lebih baik daripada dirumah dan mengerjakan tugas. Hahahahaha”
“Kau
gila!!!” cecar Rahmanda kesal.
Dengan
kasar Gilang menarik pinggang gadis itu agar jarak mereka lebih dekat. Jarak
mereka hanya terpaut beberapa inci saja. Rahmanda bisa mencium bau alkohol yang
keluar dari nafas Gilang. Mungkin satu gerakan lagi, Gilang sudah akan merebut
ciuman dari bibir Rahmanda. Rahmanda semakin ketakutan ketika ia menyadari
pelukan Gilang semakin menguat. Ia menggeliat dalam pelukan Rahmanda. Ia tak
mau dirinya menjadi korban dalam hal bodoh yang Gilang lakukan saat mabuk.
“Lepas”
ucap Rahmanda yang masih berusaha untuk melepaskan diri dari Gilang. Ia baru
menyadari Gilang sangat menyeramkan saat ia mabuk.
“Hei,
tenang saja...kau ini pacarku kan?” Gilang berkata lembut sambil membelai wajah
cantik Rahmanda dengan tangannya. Menggelikan. Satu permintaannya, ia hanya
ingin terbebas dari Gilang malam ini. Ia bisa melihat Gilang sudah seperti
binatang buas yang siap menerkam Rahmanda.
“Menyingkirlah
kau B*TCH!!” Rahmanda merasakan tubuhnya ditarik kebelakang dan pipinya terasa
panas akibat sebuah tamparan dari seorang wanita yang dandanannya begitu
seronok. Ia memegang pipinya yang memerah dan menatap wanita itu dengan tatapan
heran.
“Siapa
kau??!!” tanya Rahmanda emosi. Wanita yang baru saja menamparnya menatap
Rahmanda dengan tatapan membunuh. “Siapa aku? Hahahahaha. Kurasa kau sudah gila
karena telah menggoda pacarku nona kecil!”
“Pacarmu?”
Rahmanda bertanya tidak mengerti. Wanita itu tersenyum sinis. “Ya, dia pacarku.
Kau tau? Dia hanya ingin memperkainmu saja. Memangnya kau pikir Gilang akan
menyukai gadis kecil sepertimu itu hah?!!” wanita itu berkata diselingi tawa
yang kencang.
“Apa?”
Rahmanda membuka mulutnya tidak percaya. “Lebih baik kau pulang” ucap Gilang
dengan raut muka datar sebelum ia menghilang dari hadapan Rahmanda.
Mata
Rahmanda memerah, air mata sudah terkumpul diujung matanya dan telah siap untuk
jatuh memembasahi pipinya. Tanpa berpikir apapun lagi Rahmanda langsung berlari
mencari pintu keluar club itu. Sesampainya diluar club, Rahmanda langsung
berlari mencari sebuah pertolongan. Ia langsung masuk kedalam sebuah telepon
umum kaca dan menekan nomor telepon yang sudah ia hapal diluar kepala. Ia
memejamkan matanya setelah mendengar nada tersambung. Semoga orang itu belum
mengganti nomor handphone-nya.
***
Agung
sedang mengerjakan tugas kuliah didalam laptopnya. Ia menoleh setelah menerima
sebuah lembaran buku yang mendarat dikepalanya. “Aw” Agung meringis sambil
menolehkan kepalanya untuk melihat si pelaku. Ia bersumpah akan mencekik
siapapun yang melemparnya dengan buku itu. Namun matanya membelalak ketika ia
melihat seorang gadis berwajah indonesia-inggris sedang berdiri diambang pintu.
“Hey...”
sapanya sambil tersenyum.
“Karen?
How are you?!!” pria itu langsung berdiri dari meja belajarnya dan menghampiri
gadis itu untuk memeluknya. Beberapa detik mereka berpelukan untuk melepas
kangen, Agung melepaskan pelukannya untuk bertanya. “Kapan kau sampai di
indonesia?” tanya Agung yang tak bisa menyembunyikan rasa senangnya. Melihat
sepupunya baru pulang dari inggris. *ciye inggris :P wkwkwkwk*
“Aku
sampai kemarin sore, aku penasaran seperti apa sepupuku saat sudah berumur 19
tahun. So, how are you? Still the nerd of the class but the coolest in college
huh?” tanya Karen sambil tersenyum. Agung tertawa. “Begitulah” jawabnya
singkat.
“I
miss you so much, gung. Kapan-kapan datang ke negara ku ya?”
“England?
Yeah, tentu. Suatu hari aku akan kesana dan aku akan bermalam di apartemenmu”
“Aku
akan mengusirmu!” canda Karen. Agung tertawa lalu berkata "Dan
aku harus menghukummu karena masuk kekamar orang seenaknya, Nona Smith"
"In your dream, Tuan Agung"
Karen kemudian duduk dikasur milik Agung. Ingat,
hubungan mereka adalah sepupu. Sudah jelas Karen pasti sering berdua saja
dengan Agung dikamar seperti ini.
"Okay, tell me about your life, Agung"
katanya. Agung tertawa dan berkata "tak ada yang spesial, semakin hari aku
menyadari aku adalah orang terbodoh di dunia ini"
"Why?" Karen mengerutkan alisnya
"Aku tidak tau, you can call me a wimp"
"Ah, pasti ini tentang pacarmu kan?" Tebak
Karen sok tau. Agung menggeleng.
"Bukan, sama sekali bukan! Aku punya teman, dan
aku sudah mengenalnya sejak SMA, tapi..."
"Do you love her?" Tanya Karen memotong
kata-kata Agung karena ia tau Agung tidak mungkin begini kalau pria itu tidak
mencintainya.
Agung terdiam. Ia tak tau harus menjawab apa. Lidahnya
terasa kelu untuk menjawab, ia tak mau kalau ia merasa bersalah pada Rahmanda
karena ia telah mencintainya.
Agung membuka mulutnya dan menjawab
"I don't know" jawabnya pelan. Karen bisa
membaca suara Agung yang terlihat terluka. "Itu bukan jawaban"
Karen meletakan kedua tangannya dibahu Agung dan
menatap bola mata hitam pria itu. "Yeah, I do love her" aku Agung
pada sepupunya.
"Tell Rahmanda you love her" kata Karen
meyakinkan. Agung bisa melihat wajah cantik khas gadis-gadis inggris tergambar
di wajah sepupunya. Cantik. Mungkin jika Karen bukan sepupunya, Agung akan
menyukai gadis berambut cokelat itu.
"But, she was taken" timpal Agung.
"Hey, Agung Priyadi Nugraha. Kau tau aku selalu
berpikir kau itu pria yang bisa menaklukan segala hal, kau yang mendukungku
kalau aku sedang putus asa, kau yang selalu membantuku kalau aku sedang
kesusahan. Tapi kenapa hanya karena dia sudah dimiliki orang lain kau jadi
begini? Ya, maybe I should call you a wimp" cerocos Karen panjang lebar.
Agung tersenyum. Jujur saja, ia merindukan ocehan-ocehan sepupunya. Walaupun
terkadang sepupunya itu menyebalkan, ia sayang pada Karen.
"Yeah, you right" agung mengangguk mengerti.
"Tapi..." Agung kembali mendesah, Karen memutar bola matanya sebal.
"Just because she has a boyfriend so you can't
steal his heart? Remember, football has a goal keeper but doesn't mean you
can't score" ucapnya dalam dengan aksen britishnya yang jelas.
"Wow, that's deep" balas Agung.
"Memang"
"Oke, I'll try it then. Thank you Karen, you're
the best" Agung kembali memeluk Karen. Ya, kapan lagi dia bisa memeluk
tubuh sepupunya ini.
"Now, ceritakan bagaimana kehidupanmu di inggris
'huh? Kau tinggal sendiri disana? Dan kau masih ikut club dance?" Sekarang
giliran Agung yang bertanya pada sepupunya. Ya, Karen Smith. Ia adalah gadis
keturunan indonesia-inggris. Kau bisa mengatakan dia sangat cantik karena
memang kulit dan wajahnya 'bule banget'. Kulit putih dengan rambut brunette
sudah menunjukan dia mendominasi darah ayahnya yang memang asli orang inggris.
"Ya, aku senang diumurku yang masih muda aku
sudah bisa mandiri" Karen tersenyum lembut.
"Hahaha, kau sudah tidak muda Karen!"
"Sial kau!"
Mereka berdua bercanda, tertawa dan mengobrol sambil
sesekali Karen meninju pria itu dengan bantal.
Hingga getaran handphone milik Agung menghentikan
aktifitas mereka.
"You should get that" suruh Karen menunjuk
ke handphone Agung yang bergetar diatas meja.
"Siapa yang menelfon malam-malam begini?"
Tanya Agung heran. Karen hanya bisa mengangkat bahunya.
Agung melihat nomer yang menelfonnya didisplay
handphone-nya. Ia mengernyit. Nomornya tidak ia kenal. "Sepertinya ini
nomor telepon umum" ucapnya sedikit ragu lalu menekan tombol hijau di
handphone-nya.
"Hallo" sapanya seteleh menempelkan
handphone-nya ketelinga kanannya.
Hening. Agung belum mendengar suara dari si penelepon,
tapi ia bisa mendengar suara isakan ketakutan dan suara lalu lintas.
"Hallo, siapa ini?" Tanya Agung. Orang itu
belum menjawab. Agung mulai jengkel.
"Hello... Ini tidak lucu.. Katakan siapa kau atau
aku akan menutu—”
"Agung" ucap suara diseberang dengan
terisak.
Demi Tuhan, ia tau siapa pemilik suara ini.
Suaranya terdengar lelah dan lemas.
"Rahmanda?" Agung berucap tidak percaya.
Untuk apa Rahmanda menelfonnya malam-malam begini? Pikir Agung.
"Tolong aku" suara Rahmanda semakin pelan
dan berdenguk hingga Agung harus menajamkan telinganya. Rahmanda menangis?
"Hah? Manda? Ada apa denganmu?" Tanya Agung
panik. Karen yang berada dibelakang Agung, hanya memandang pria itu heran.
"Kau dimana?"
Rahmanda menjawab tempat ia berada sekarang dengan
diiringi tangisan. Agung mengangguk mengerti.
"Tetap disana, aku akan menjemputmu" kata
Agung akhirnya. Ia menutup handphone-nya lalu mengambil jaket dan kunci
motornya yang tergeletak dimeja.
Ia berlari menerobos pintu kamarnya setelah mengatakan
"Aku pergi dulu" pada Karen yang masih
diselimuti keheranan akan kepergian Agung.
***
Rahmanda duduk ditempat telepon umum dengan memeluk
lututnya. Ia benar-benar butuh seseorang saat ini. Ia ingin menangis
sekencang-kencangnya! Keadaannya malam ini benar-benar mengerikan. Ia bahkan
sudah tidak berani untuk melangkahkan kaki keluar dari pintu telepon umum
sendirian.
Matanya masih terpejam, tapi ia masih menangis.
Pipinya basah, punggungnya ia sandarkan disisi-sisi kaca telepon umum itu. Ia
terus memejamkan matanya sambil terus membiarkan air matanya jatuh.
Ini hari yang begitu mengerikan baginya. Karena hari
ini, ia menyadari bahwa Gilang sama sekali bukan pria baik-baik dan karena hari
ini pula ia terkena tamparan dari seorang wanita seronok yang tidak ia kenal.
Rahmanda memegang pipi sebelah kirinya yang terkena
tamparan tadi. Sakit.
"Tok tok" ia terlonjak kaget ketika
mendengar sebuah ketukan dipintu telepon umum. Matanya membulat saat melihat
seorang pria berdiri dibalik pintu. Ia mengangkat dirinya saat tau Agung sudah
berada dihadapannya. Ia membuka pintu kaca itu dan langsung memeluk tubuh pria
itu.
Agung masih belum bisa percaya. Rahmanda langsung
memeluk tubuhnya ketika ia menghampiri gadis itu. Ia bahkan belum bertanya
apakah gadis itu baik-baik saja.
Rahmanda memeluk erat tubuh pria itu dan menangis
didadanya. Menangis sekencang-kencangnya. Menghilangkan kejengahan yang
menyesakan dadanya. "Menangis lah.. Biarkan semua air matamu itu keluar"
kata Agung ditelinga gadis itu. Ia mengelus rambut Rahmanda lembut.
Tangisan Rahmanda semakin menjadi, ia bisa merasakan
bajunya basah karena air mata yang dikeluarkan oleh gadis itu.
Rahmanda belum mengatakan sepatah katapun. Tubuhnya
masih gemetaran, ketakutan masih menguasai dirinya.
"Aku takut" ucap Rahmanda akhirnya,
tangisannya sudah agak mereda.
"Takut? Kenapa kau bisa ada ditempat
begini?" Agung melepaskan pelukannya dan menatap langsung mata gadis itu.
Dan saat itu juga Agung menyadari bahwa gadis itu memakai mini dress berwarna
krem dan rambut panjangnya yang sudah acak-acakan ia biarkan tergerai.
Oh god, kenapa gadis itu bisa mengenakan pakaian
seperti itu di udara dingin seperti ini. Dengan cepat Agung melepas jaketnya
dan memakaikannya pada Rahmanda agar gadis itu tidak kedinginan.
"Aku akan mengantarmu pulang. Ayo"
***
Beberapa menit kemudian, mereka berdua akhirnya tiba
didepan rumah Rahmanda. Agung bisa merasakan Rahmanda yang melingkarkan
tangannya erat saat ia mengendarai motornya. Seolah Rahmanda takut akan
kehilangan pria itu.
Agung membuka kunci pintu rumah Rahmanda. Ia tak
membiarkan gadis itu membukanya, karena dalam penglihatan Agung, Rahmanda
sedang dalam shock berat.
Ia berdua masuk kedalam kamar Rahmanda. Rumah gadis
itu begitu sepi, tak ada tanda-tanda kehidupan disana. Ya, kedua orang tua
Rahmanda adalah Hardworker. Mereka hanya pulang sesekali dan jarang sekali
untuk berkunjung menengok anak satu-satunya itu.
"Sekarang, kau mau ceritakan apa yang
terjadi?" Tanya Agung ketika ia dan Rahmanda sudah duduk diranjang milik
Rahmada. Rahmanda masih mengantur nafasnya. Air mata masih keluar dari matanya,
walaupun sudah tak banyak seperti tadi. Agung mengulurkan tangannya dan
menghapus sisa-sisa air mata dipipi Rahmanda.
"Gilang..." Rahmanda berkata dengan suara
serak.
Mendengar nama itu keluar dari bibir Rahmanda, Agung
mengernyitkan dahinya. "Apa yang dia lakukan padamu?"
Rahmanda menatap mata Agung dalam. Agung bisa membaca
ekspresi ketakutan dikedua bola mata gadis itu.
Lalu Rahmanda menceritakan segalanya pada Agung.
Menceritakan bahwa gadis itu dibawa ke sebuah club orang dewasa, ditempat itu
Rahmanda ditinggalkan sendirian disana, dipaksa meminum wine, terkena tamparan
oleh pacar Gilang lainnya.
Bibir Rahmanda bergetar, hidungnya memerah. Ia
menyesal. Kenapa ia bisa begitu bodoh.
Selama Rahmanda bercerita, Agung hanya mendengarkan,
mengusap rambut gadis itu pelan sambil sesekali menggumam "ssshh.."
saat Rahmanda mulai menjatuhkan air matanya lagi.
"Dan..aku sama sekali tidak tau jika kau tidak
datang menjemputku" kata Rahmanda yang sudah ingin mengakhiri ceritanya.
Agung tersenyum. Walau jauh didalam hatinya ia marah. Marah pada Gilang.
Tangannya sudah gatal dan ingin meninju wajah pria itu.
"Terima kasih" ucap Rahmanda tersenyum.
Senyumannya sangat manis. Senyumannya mampu membuat Agung ikut tersenyum lagi.
Kali ini ia berani bertaruh, senyuman Rahmanda bukan hanya senyuman tanda
terima kasih. Tapi senyuman kasih sayang yang tulus.
"Sudah lebih baik?" Tanya Agung. Rahmanda
mengangguk. Ia merasa hatinya jauh lebih tenang ketika ia menceritakan
segalanya pada pria dihadapannya.
"Ya, aku ingin tidur" ucap Rahmanda. Kali
ini Agung mengangguk. "Tidurlah, kau pasti lelah"
Rahmanda membaringkan tubuhnya, Agung menyelimuti
tubuh gadis itu dengan selimut. Lalu duduk disamping Rahmanda dan menggenggam
erat tangan gadis itu lembut.
"Mau menyanyikan lagu untukku sebelum aku
tertidur?"
Agung tertawa lalu berkata "kau benar-benar ingin
mendengarkanku bernyanyi?"
Rahmanda mengangguk.
"Baiklah.. Aku akan bernyanyi untukmu" aku
tersenyum. Rahmanda bisa melihat Agung tersenyum. Tangan mereka berdua masih
tergenggam erat.
Agung menarik nafas panjang lalu mengeluarkan suaranya
untuk bernyanyi. Dia mulai bernyanyi. Suaranya tidak buruk. Rahmanda tersenyum
sambil menikmati setiap nada yang keluar dari mulut gadis itu.
"It's a
quarter to three can't sleep at all
He's so
overrated
If you
told me to jump, I'd take the fall
And he
wouldn't take it
All that
you want's under your nose, yeah
You
should open your eyes but they stay closed, closed"
Rahmanda bisa merasakan genggaman tangan pria itu
semakin lama semakin mengerat.
"I, I wanna
save you
Wanna
save your heart tonight
He'll
only break ya
Leave you
torn apart
I can't
be no superman,
But for
you I'll be super human
I, I
wanna save ya, save ya, save ya tonight"
Lalu Rahmanda tertidur.
Agung yang menyadari gadis itu telah tertidur. Ia
sudah melakukan pekerjaannya dengan baik. Agung melepaskan genggaman tangan
Rahmanda. Lalu bangkit dari tempat tidur gadis itu pelan-pelan, berharap ia tak
membangunkan gadis itu. Agung jalan berjingkat-jingkat untuk keluar dan pulang
kerumahnya. Namun ia mendengar suara Rahmanda memanggil namanya.
"Agung"
Agung menghentikan langkahnya dan terdiam sejenak. Ia
ingin mendengar apakah gadis itu memanggil namanya lagi. "Agung"
panggil Rahmanda kedua kalinya.
"Jangan pergi" ucapnya. Agung tidak tau
apakah Rahmanda membuka matanya atau tidak. Tapi mendengar Rahmanda mengatakan
'jangan pergi' saat
itu juga Agung membalikan badannya dan kembali melesat menuju tempat tidur,
menggenggam kembali tangannya erat dan mengecup kening Rahmanda lembut.
“Ya,
aku tidak akan meninggalkanmu” bisiknya pelan. Walau ia yakin Rahmanda tak akan
mendengarnya. Pada detik itu juga Agung bisa merasakan tangan Rahmanda yang
semakin mengeratkan genggamannya pada tangan Agung. Seolah ia sama sekali tidak
ingin ditinggalkan sendirian oleh pria itu. Agung tak bisa menahan keinginan
untuk mencium tangan gadis itu. Dan Agung mencium lembut tangan Rahmanda dan
kembali berbisik. “Selamat tidur, Rahmanda”
***
Rahmanda
terbangun dari tidurnya dengan seorang pria disampingnya. Agung berada
disampingnya dengan mata yang tertutup. Posisi mereka hanya berjarak beberapa
centimeter saja. Tangannya masih menggenggam tangan Rahmanda erat. Gadis itu
mengeluarkan sebelah tangannya yang bebas dan mengelus pipi pria disampingnya
dengan lembut.
Lalu
Rahmanda melihat mata Agung yang terbuka sedikit membuat Rahmanda menghentikan
pekerjaannya. Pria itu tersenyum dan berkata. “Terus, rasanya sangat amazing”
Rahmanda
tersenyum dan tertawa kecil lalu bangkit dari posisinya dan berjalan kekamar
mandi. Agung tersenyum sambil menggelengkan kepalanya mengingat ia tertidur disini,
tepat disamping tubuh gadis yang ia cintai. Walaupun ia berhasil menjalankan
misinya yaitu menjaga gadis itu tadi malam.
Agung
berdiri dibalkon kamar Rahmanda sambil menunggu gadis itu selesai mandi. Ia
bisa merasakan angin dan matahari pagi begitu cerah hari ini. Tak seharusnya
hari ini dilalui dengan kesedihan. Dan tadi pagi, ia sudah melihat senyuman
Rahmanda. Itu membuat suasana hatinya jauh lebih baik.
Beberapa
menit kemudian, Agung merasakan ada seseorang yang ikut bergabung dengannya
dibalkon. Rahmanda sudah mengganti baju dan ia terlihat jauh lebih segar pagi
ini. Senyuman terkembang dibibirnya. “Bagaimana perasaanmu? Sudah jauh lebih
baik?” tanya Agung dengan mata yang terus memandang kearah depan.
“Ya,
jauh lebih baik”
Keheningan
menyelimuti mereka. Mereka berdua masih berkutat dalam pikirannya
masing-masing. Terlebih Agung, ia ingin mengatakan pada Rahmanda perasaan dia
yang sesungguhnya. Ia ingin mengungkapkan sesuatu. Tapi ia masih belum berani.
Agung menggigit bibir bawahnya. Ia bingung. Hingga akhirnya, Agung menolehkan
kepalanya kearah Rahmanda dan membuka mulutnya untuk mengeluarkan kata-kata.
“Em..
Rahmanda” ucapnya gelisah. “Ya?”
Agung
masih bingung. Ia takut kalau ini bukan waktu yang tepat untuk mengatakan hal
ini pada gadis itu. Rahmanda menoleh kearah Agung. Tangannya masih memegang
tralis besi yang ada dibalkonnya. Agung bisa melihat. Mata itu. Wajah itu.
Semua yang ada didiri Rahmanda. Ia ingin memilikinya. Ia ingin menjadi pahlawan
untuk gadis itu dikala sedih, ia ingin membantu gadis itu dikala Rahmanda
kesusahan. He’ll do anything for her. Tapi kenapa rasanya susah sekali untuk
mengatakan bahwa ia menyukai Rahmanda. Menyukai semua yang ada didiri Rahmanda.
“Apa
yang ingin kau katakan?” Tanya Rahmanda yang sudah menangkap ada sesuatu yang
aneh dalam diri Agung. “Sebelumnya aku...aku minta maaf”
“Hah?
Minta maaf kenapa?”
“Karena,
karena aku mencintaimu Rahmanda” akunya singkat. Pengakuan Agung barusan nyaris
membuat bola mata Rahmanda hampir keluar dari tempatnya. Gadis itu menutup
mulutnya dengan tangannya karena saking terkejutnya.
“A-aku..
aku tau ini hal bodoh. Tapi..”
Agung
menghentikan kata-katanya. Ia bingung apa yang harus ia katakan selanjutnya. Ia
bisa melihat gadis itu masih terkaget. Kaget akan pengakuan Agung.
Mata
Rahmanda tiba-tiba berair. Air mata sudah menumpuk pupil matanya, gadis itu
tidak berani untuk mengedipkan matanya karena ia takut air mata benar-benar
jatuh kepipinya. Ia sudah terlalu banyak menangis dihadapan Agung. Tolonglah, kali
ini biarkan ia menghadapi pria itu tanpa air mata.
Agung
tiba-tiba merasa menyesal. Ia kembali merasa menjadi pria bodoh. Seharusnya ia
tak mengatakan hal itu pada Rahmanda. Bagaimana kalau nanti Rahmanda akan
menjauhinya? Agung menggelengkan kepalanya. Tidak,
dia bukan gadis seperti itu.
“Maafkan
aku.. aku tau ini semua kesalahanku... aku sama sekali tidak tau kalau kau—”
belum sempat Rahmanda melanjutkan kata-katanya, Agung sudah menyela. “ssh...ini
bukan kesalahanmu”
Rahmanda
hanya menggeleng. Dan sebulir air matapun kini jatuh dipipinya. “Iya, ini
salahku. Aku sudah banyak menyakitimu selama ini”
“Tidak,
ini salahku. Aku yang membiarkan diriku jatuh cinta padamu. Aku yang berharap
terlalu tinggi hingga kau jadi milik Gilang. Awalnya aku tidak terima dan aku
sama sekali tidak mau melihatmu bersama setan playboy itu” jelas Agung tepat
dihadapan Rahmanda. Rahmanda sama sekali tidak bisa untuk tidak mengelus pipi
pria itu. Ia mengulurkan tangannya dan membiarkan jari-jarinya menari dipipi
pria itu. Rahmanda mengelus pipi Agung seperti yang ia lakukan tadi pagi.
Tiba-tiba
sebuah lagu mengisi otak Agung. Ia membuka mulutnya dan membiarkan lagu itu
keluar dari mulutnya. Ia bersenandung kecil.
“Oh now you're at home
And he don't call
Cause he don't adore ya
To him you are just another doll
And I tried to warn ya
What you want, what you need
Has been right here, yeah
I can see that you're holding back those tears, tears”
Agung
bisa melihat Rahmanda yang kaget karena Agung menyanyikan lagu itu untuknya.
Lalu Agung melanjutkan nyanyiannya.
“ I, I wanna save you
Wanna save your heart tonight
He'll only break ya
Leave you torn apart, oh
I can't be no superman,
But for you I'll be super human
I, I wanna save ya, save ya, save ya tonight”
Agung
meraih tangan Rahmanda dan menggenggam tangan gadis itu. “Ya, aku mencintaimu
Rahmanda. Dan itu selalu menyiksaku saat aku melihat kau bersama Gilang” kata
Agung lagi. Dan tak disangka ia balas tersenyum manis. Agung meraih pinggang
gadis itu merapatkan posisi mereka. Dahi mereka kini bersentuhan. Agung bisa
mendengar hembusan nafas Rahmanda yang begitu dekat dengannya.
“I
Love you too, Kak Agung” mendengar kata-kata Rahmanda, Agung tersenyum. Baru
kali ini ia mendengar kata ‘Kakak’ dari mulut Rahmanda.
Lalu
Agung sedikit membungkukan tubuhnya dan menyentuhkan bibirnya ke bibir milik
Rahmanda. Agung mencium bibir Rahmanda, bibir si gadis kecil itu. Dan Rahmanda
membalas ciumannya. Gadis itu melingkarkan tangannya dileher Agung. Apakah ini mimpi? Inikah hidup? Pikir
Agung dalam hati. Agung mencium Rahmanda tepat dibalkon kamar gadis itu. Ia tak
peduli jika ada orang yang melihat adegan seperti ini didepan rumahnya. Yang jelas,
ia menikmatinya. Agung tak bisa berbohong pada dirinya sendiri kalau this kiss
was nice. Deru nafas mereka masih saling memburu. Jantung Agungpun terasa jauh
lebih cepat dibanding sebelumnya.
Mereka
berdua melepaskan ciuman mereka dan kembali bertatapan. Tatapan keduanya begitu
dalam. Dengan rasa cinta didalamnya. “Aku mencintaimu. Dan aku berjanji akan
menjagamu, setiap malam, setiap waktu, setiap menit dan setiap detik” ucap
Agung dengan mata yang berkilat-kilat.
“Bagaimana
dengan Gilang?” Tanya Rahmanda. Agung mengangkat bahu dan kembali menarik gadis
itu ke pelukannya. “Aku tidak peduli. Now, you’re mine”
“I
Love You, Rahmanda”
“I
Love You too, Agung”
“I
Love You More”
“I
Love You most”
“Stop...
you’re my everything Rahmanda” Agung terkekeh didalam pelukan Rahmanda, ia juga
bisa merasakan gadis itu ikut tertawa. Dan yang bisa Agung janjikan adalah, ia
akan selalu menjaga gadis ini. Selalu membuat gadis itu merasa aman bersamanya.
He wants save Rahmanda till the end of time.
***
FIN